Most Viewed

Senin, 05 Maret 2012

pembenahan operasi V ( proses V )


Bandung, 18 Januari 2010
Kepada,
Wakil Direktur Utama
PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal  : Saran dan Masukan untuk pembenahan operasi ( proses )
Assalammualaikum wr. wb,
                Berikut ini sesuai dengan rencana saya menuliskan saran dan masukan sebanyak lebih kurang 20 kali maka pembenahan infrastruktur operasi/processing-reporting (P3) adalah tulisan ke 10 yang akan saya sampaikan hari ini semoga ada manfaatnya.
                Masukan ini coba menguraikan processing-reporting (P3) existing yang menurut penulis terjadi mis management yang berdampak inefisiensi dan bagaimana memperbaikinya kedepan agar berhasil guna (cost effective) dan berdaya guna (cost efficien).
                Sebelum masuk ke materi yang akan saya uraikan maka perlu saya gambarkan secara besaran aktifitas berbasis input-process-output yaitu menerima kiriman dalam bentuk kantongpos tertutup yang sudah tersegel dari alat angkutan (input), diproses untuk didistribusikan ketahap berikutnya berdasarkan kebijakan pola distribusi (process), diserahkan kepada bagian PURI (kiriman terbukukan) dan TRIER (kiriman tak terbukukan) di kantor tujuan sebagai tahap berikut dari proses end to end process (output).
                Bagian ini biasa disebut bagian KETUAPOS dan untuk uraian kali ini saya batasi bagian KETUAPOS INCOMING.
                Untuk group process processing-reporting (P3) di ketuapos incoming existing, mis management terjadi pada perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja, kebijakan jumlah pegawai dan jam masuk per shift yang tetap, kebijakan sistem teknologi database track and trace, kebijakan modernisasi sarana kerja, yang keempat kebijakan apabila diperbaiki akan menyumbangkan efisiensi yang cukup significant dari sisi biaya dan peningkatan kualitas.
Solusi untuk keempat  masalah yang dikemukakan di atas sebagai berikut ;
                Kebijakan perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja harus di tata ulang berbasis 2 macam proses pengelolaan kantongpos/nampan/container dengan pola penerimaan, pola proses distribusi internal, pola penyerahan, ke PURI dan TRIER yang  efektif dan efisien.
                Tidak seperti sekarang setiap bisnis/produk mempunyai perangkat aturan pola penerimaan, pola proses distribusi internal, pola penyerahan, tersendiri sehingga terdapat berjenis jenis PURI dan berjenis jenis TRIER yang seharusnya paling banyak hanya ada 2 jenis saja yaitu standar atau prioritas. Prasyarat dari perubahan kebijakan tersebut di atas adalah keputusan simplifikasi bisnis (tulisan ke 2), simplifikasi produk (tulisan ke 3) dan simplifikasi proses (tulisan ke 4) perlu segera ditetapkan.
                Prasyarat yang harus dilakukan setelah perangkat aturan di tata ulang maka pegawai di bagian ketuapos incoming dilatih untuk mengerjakan aturan pola penerimaan, pola proses distribusi internal dan pola penyerahan yang  benar melalui tour of duty. Untuk pegawai tingkat struktural harus di re edukasi ulang melalui program pelatihan organizing dan controlling dengan penekanan pelatihan pengetahuan teknis operasional pos 100% dan kemampuan teknis 5%, karena mereka akan berfungsi sebagai Pembina dalam tour of duty untuk pegawai tingkat pelaksana.
                Kebijakan jumlah pegawai dan jam masuk per shift yang tetap harus di ubah menjadi jam masuk dan jumlah sesuai datangnya alat angkutan berdasarkan N22 jaringan fisik dan N22 jaringan virtual. Bagian Ketuapos incoming untuk setiap kantorpos jumlah shift bervariasi tergantung pola transportasi mulai dari 1 shift sampai dengan 3 shift.
                Untuk para pelaksana di bagian Ketuapos incoming menurut saya secara bertahap harus di isi dengan sdm yang berbasis part time (musiman) jangan lagi memakai tenaga tetap berpangkat karena tingkat kesulitan pekerjaannya rendah. Selain itu jumlahnya dapat dikurangi dengan diperkenalkan sarana baru yang tepat guna.
                Kebijakan sistem teknologi yaitu penarikan data dari pusat data (download database) untuk track and trace yang ada sekarang harus di ubah data yang ditarik dari server nasional maupun wilayah di bagian Ketuapos incoming dari kantor asal maupun kantor transit paling cepat 1 jam sebelum tibanya alat angkutan. Data yang di tarik adalah file data transportasi, file data distribusi dan file data kantorpos tujuan.
                Database track and trace dipindahkan ke kantorpos tujuan/kantorpos transit berbasis model N22 jaringan virtual dengan tembusan kantor wilpos dan kantor pusat untuk pengendalian dan pengawasan sebagai operation room.
                Kebijakan modernisasi sarana kerja selama ini kurang diperhatikan sehingga menyebabkan pola pemindahan kantongpos di bagian ketuapos dikerjakan secara manual dan membutuhkan jumlah sdm yang cukup banyak. Untuk itu perlu secara bertahap pemakaian kantongpos dikurangi dan diganti dengan nampan/container, untuk memindahkannya dipergunakan trolly/lift trolly mekanik berbasis pallet agar lebih efektif dan efisien.
                Untuk alat angkutan darat maka standarisasi kendaraan dan emplacement bongkar muat disesuaikan dengan alat baru yang diterapkan baik untuk outgoing maupun incoming.
                Jumlah kebutuhan setiap kantor harus berbasis data yang akurat (data produksi) agar kapasitas terpasang sesuai dengan jumlah produksi yang akan di kerjakan.
                Prasyarat yang harus dipersiapkan adalah Direktorat Operasi harus mengeluarkan  requirement ke Direktorat Sdm dan Umum dan Direktorat Teknologi sesuai urutan proses bisnis yaitu operasi di dukung oleh direktorat pendukung.
                Dampak dari perubahan ini apabila di terapkan secara bertahap di 200 UPT di seluruh Indonesia dari sumber daya sdm, sarana dan barang pemakaian yang kalau di konversikan dalam rupiah akan terjadi efficiency milyaran rupiah per tahun. Selain itu terjadi peningkatan kualitas karena terjadi cutting process dan harga pokok per unit akan turun dan lebih kompetitif.
                Tentu semua ini harus di teliti dulu dengan dukungan data dan dokumen oleh tim analis sehingga kita akan tahu persis berapa angka efisiensi setelah dihitung sesudah perubahan dibandingkan dengan sebelum perubahan.
                Pada saran dan masukan berikutnya akan saya uraikan pembenahan infrastruktur operasi /processing-reporting (P4) bagian Puri dan Trier incoming.
Demikian yang dapat saya sampaikan, selamat bekerja, sukses selalu dan terima kasih.
Waalaikumsalam wr. wb.,

                                                                                                                                                Hormat Saya,

                                                                                                                                                 Fakhri Umar
Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, Bandung 40000
Direktur SDM dan Umum, Bandung 40000
Direktur Teknologi, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, Bandung 40000

pembenahan operasi IV ( proses IV )


Bandung, 11 Januari 2010
Kepada,
Wakil Direktur Utama
PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal  : Saran dan masukan untuk pembenahan operasi IV ( proses IV )
Assalammualaikum wr. wb,
                Pertama-tama saya doakan semoga bapak bapak berada dalam keadaan sehat wal afiat. Sesuai proses bisnis maka masukan berikut yaitu pembenahan infrastruktur operasi/transporting-reporting (T) merupakan tulisan berikut yang saya janjikan semoga ada manfaatnya buat perbaikan proses operasi.
                Masukan ini coba menguraikan transporting-reporting (T) existing yang menurut penulis terjadi mis management yang berdampak inefisiensi dan bagaimana memperbaikinya kedepan agar berhasil guna (cost effective) dan berdaya guna (cost efficien).
                Sebelum masuk ke materi yang akan saya uraikan maka perlu saya gambarkan secara besaran aktifitas berbasis input-proses-output yaitu menerima kiriman dalam bentuk kantongpos/nampan/container yang sudah tersegel dari bagian ketuapos outgoing (input), diolah berdasarkan pola distribusi, pola transportasi (proses), dan diserahkan kepada ketuapos incoming kantor transit atau kantorpos tujuan (output).
                Bagian ini biasa disebut bagian angkutan yang selama ini hanya mengurusi moda transportasi saja yang seharusnya mengurusi 2 fungsi yaitu merancang jaringan out door process (link) dan menentukan moda transportasi yang akan melayani masing masing jaringan tersebut.
                Untuk mengingat kembali masukan tanggal 14 Desember 2009 jaringan pos Indonesia ada 3 macam jaringan berikut wewenang kebijakan jaringan yaitu jaringan nasional (primer) yang menghubungkan titik titik yang ditetapkan sebagai MPC/KSD (hub) seluruh Indonesia dan wewenang pengaturannya oleh Kantor Pusat. Jaringan wilayahpos (sekunder) yang menghubungkan titik titk MPC/KSD (hub) ke Kantorpos/UPT (inbound) dalam satu wilayahpos dan wewenang pengaturannya oleh Kantor Wilayahpos. Jaringan lokal (tersier) yang menghubungkan titik titik Kantorpos/UPT ke Kantorpos Cabang (kptb/kpp) yang berada dibawah pengawasan Kantorpos/UPT tersebut dan wewenang pengaturannya oleh Kantorpos.
                Untuk group process transporting-reporting (T) di bagian angkutan existing mis management terjadi pada perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja, kebijakan jaringan, kebijakan pemilihan transportasi, kebijakan sistem teknologi database track and trace, kebijakan modernisasi sarana kerja, yang kelima kebijakan apabila diperbaiki akan menyumbangkan cost efficien yang cukup significant dari sisi biaya dan peningkatan kualitas.
Solusi untuk kelima  masalah yang dikemukakan di atas sebagai berikut ;
                Kebijakan perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja harus di tata ulang berbasis 2 macam kualitas dan 2 macam proses pengelolaan kantongpos/nampan/container dengan pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, yang  efektif dan efisien.
                Tidak seperti sekarang setiap bisnis/produk mempunyai perangkat aturan pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, tersendiri sehiingga membingungkan pegawai pelaksana dengan job desk actuating dan pegawai struktural dengan job desk qrganizing dan controlling dalam bekerja di tingkat kantorpos. Perangkat aturan ini juga diuraikan secara khusus pada saran dan masukan surat kami tanggal 7 December 2009 mengenai simplifikasi proses.
                Prasyarat yang harus dilakukan setelah perangkat aturan di tata ulang adalah pegawai di bagian ketuapos out going dilatih untuk mengerjakan aturan pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, yang  benar melalui tour of duty. Untuk pegawai tingkat struktural harus di reedukasi ulang melalui program pelatihan organizing, controlling dan pengetahuan teknis operasional pos karena mereka akan berfungsi sebagai Pembina dalam tour of duty untuk pegawai tingkat pelaksana.
                Prasyarat utama dari perubahan kebijakan tersebut di atas maka terlebih dahulu keputusan simplifikasi bisnis dan simplifikasi produk perlu ditetapkan yang penulis sarankan pada tulisan sebelumnya.
                Kebijakan jaringan harus di tata ulang mulai dari jaringan primer, jaringan sekunder, jaringan tersier sehingga didapatkan data base jaringan nasional seluruh titik layanan (N22 TERPADU JARINGAN FISIK) agar list wtkp/swp kirimanpos dapat ditetapkan per titik (H+0 sampai H+N). Mengingat luasnya Indonesia maka penataan jaringan berbasis pareto di mulai dari pulau Jawa, pulau Sumatera, pulau Kalimantan, pulau2 Indonesia timur bagian utara, pulau2 Indonesia timur bagian selatan.
                Untuk itu standarisasi waktu proses operasi yang tersedia untuk end to end process harus di tetapkan dan di ketahui oleh semua pimpinan/karyawan yaitu :
                H+0 =   9 jam untuk terbukukan, 16 jam untuk tidak terbukukan.
                H+1 = 33 jam untuk terbukukan, 40 jam untuk tidak terbukukan.
                H+2 = 57 jam untuk terbukukan, 64 jam untuk tidak terbukukan.
                H+3 = 81 jam untuk terbukukan, 88 jam untuk tidak terbukukan dan seterusnya.
                Kebijakan pemilihan transportasi harus di tata ulang dengan prinsip semua kirimanpos harus diudarakan. Apabila ada lebih dari satu moda transportasi tersedia maka pilihan jatuh kepada moda transportasi yang paling efisien (biaya) dengan catatan semua moda yang tersedia sama efektifnya. Jadi dasar pemilihan adalah efektif dulu (kualitas) baru efisien (biaya).
                Kebijakan sistem teknologi database track and trace harus di tata ulang dalam bentuk pucuk, dikemas kedalam file per kantorpos, dikemas lagi kedalam file per kantor distribusi, dikemas lagi dalam bentuk file per transportasi di kantor asal baru di kirim ke kantor transit/kantor tujuan secara bertahap paling cepat setelah moda transportasi berangkat paling lambat sebelum moda transportasi tiba dimasing masing kantor transit/kantor tujuan (N22 TERPADU JARINGAN VIRTUAL). Pengiriman data dilakukan pada malam sampai dini hari.
                Kebijakan modernisasi sarana kerja harus di modernisasi dengan memperkenalkan pemakaian TROLLY dan PALET di bantu dengan alat bongkar/muat berupa hand lift/mobile lift sehingga bongkar muat cukup satu/dua orang untuk setiap moda angkutan setiap kali bongkar. Kenderaan ruangnya distandarkan agar bisa memuat sejumlah trolly yang tetap setiap kali berangkat. Disini akan ada efisiesi sdm.
                Tentu semua ini harus di teliti dulu dengan dukungan data dan dokumen oleh tim analis sehingga kita akan tahu persis berapa angka efisiensi setelah dihitung sesudah perubahan dibandingkan dengan sebelum perubahan.
                Pada saran dan masukan berikutnya akan saya uraikan pembenahan infrastruktur operasi /pocessing-reporting (P3) di bagian ketuapos incoming.
Demikian yang dapat saya sampaikan, selamat bekerja, sukses selalu dan terima kasih.
Waalaikumsalam wr. wb.,

                                                                                                                                                Hormat Saya,

                                                                                                                                                 Fakhri Umar
Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, Bandung 40000
Direktur SDM dan Sarana, Bandung 40000
Direktur Teknologi, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, Bandung 40000

pembenahan operasi III ( proses III )


Bandung, 4 Januari 2010
Kepada,
Wakil Direktur Utama
PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal  : Saran dan masukan untuk pembenahan operasi III ( proses III )
Assalammualaikum wr. wb,
                Pertama-tama saya ucapkan terima kasih atas perhatian bapak yang telah membaca surat masukan berikut yaitu pembenahan infrastruktur operasi/processing-reporting (P2) semoga ada manfaatnya buat perusahaan yang bapak pimpin.
                Masukan ini coba menguraikan processing-reporting (P2) existing yang menurut penulis terjadi mis management yang berdampak inefisiensi dan bagaimana memperbaikinya kedepan agar berhasil guna (cost effective) dan berdaya guna (cost efficien).
                Sebelum masuk ke materi yang akan saya uraikan maka perlu saya gambarkan secara besaran aktifitas berbasis input-proses-output yaitu menerima kiriman dalam bentuk kantongpos tertutup yang sudah tersegel dari bagian PURI dan kiriman dalam bentuk ikatan dari bagian TRIER (input), diproses menjadi dalam bentuk kantongpos (output) untuk diserahkan kepada bagian angkutan.
                Bagian ini biasa disebut bagian KETUAPOS dan untuk uraian kali ini saya batasi bagian KETUAPOS OUTGOING.
                Untuk group process processing-reporting (P2) di ketuapos outgoing existing mis management terjadi pada perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja, kebijakan jumlah pegawai dan jam masuk per shift yang tetap, kebijakan sistem teknologi database track and trace, kebijakan modernisasi sarana kerja, yang keempat kebijakan apabila diperbaiki akan menyumbangkan cost efficien yang cukup significant dari sisi biaya dan peningkatan kualitas.
Solusi untuk keempat  masalah yang dikemukakan di atas sebagai berikut ;
                Kebijakan perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja harus di tata ulang berbasis 2 macam proses pengelolaan kantongpos/nampan/container dengan pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, yang  efektif dan efisien.
                Tidak seperti sekarang setiap bisnis/produk mempunyai perangkat aturan pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, tersendiri sehiingga membingungkan pegawai pelaksana dengan job desk actuating dan pegawai struktural dengan job desk qrganizing dan controlling dalam bekerja di tingkat kantorpos. Perangkat aturan ini juga diuraikan secara khusus pada saran dan masukan surat kami tanggal 7 December 2009 mengenai simplifikasi proses.
                Prasyarat yang harus dilakukan setelah perangkat aturan di tata ulang adalah pegawai di bagian ketuapos out going dilatih untuk mengerjakan aturan pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, yang  benar melalui tour of duty. Untuk pegawai tingkat struktural harus di reedukasi ulang melalui program pelatihan organizing, controlling dan pengetahuan teknis operasional pos karena mereka akan berfungsi sebagai Pembina dalam tour of duty untuk pegawai tingkat pelaksana.
                Prasyarat dari perubahan kebijakan tersebut di atas maka terlebih dahulu keputusan simplifikasi bisnis dan simplifikasi produk perlu ditetapkan yang penulis sarankan pada tulisan sebelumnya.
                Pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, kedepan harus memperhatikan dan berbasis Sistem Kode Pos Indonesia (SKPI) 
                Kebijakan jumlah pegawai dan jam masuk per shift yang tetap harus di ubah menjadi jam masuk dan jumlah sesuai aktifitas yang akan dilakukan yaitu dari group processing-reporting (P2) kalau di breakdown akan menjadi 4 proses yang berurut yaitu terima-olah-tutup-serah. Bagian Ketuapos outgoing untuk setiap kantorpos jumlah shift bervariasi tergantung pola transportasi mulai dari 1 shift sampai dengan 3 shift.
                Untuk para pelaksana di bagian Ketuapos outgoing menurut saya secara bertahap harus di buat kebijakan penerimaan sdm yang berbasis part time (musiman) jangan lagi memakai tenaga tetap berpangkat karena sangat mahal harga pokok produksinya. Selain itu jumlahnya dapat dikurangi dengan memperkenalkan pemakaian sarana baru.
                Kebijakan sistem teknologi database track and trace, yang ada sekarang harus di ubah data yang masuk ke bagian Ketuapos outgoing dari bagian puri sudah harus terkelompokan dalam bentuk  file per kodepos kantorposdirian/kantor tujuan berdasarkan kebijakan pola tutupan pos, pola distribusi, pola transportasi.
                Di Ketuapos outgoing setelah diolah (sortir) dan ditutup, harus mempergunakan barcode kantongpos pada label yang tersedia, lalu diinput kedalam sistem i-pos untuk verifikasi jumlah kantongpos yang diterima sama pada saat diterima dari puri untuk data neraca harian Ketuapos outgoing. Kebijakan yang harus di terapkan adalah clean floor policy dan zero irregularity.
                Database track and trace dipindahkan ke kantorpos tujuan/kantorpos transit dalam bentuk database kantongpos/nampan/container dengan model N22 jaringan virtual dan tembusan ke kantor wilpos dan kantor pusat untuk pengendalian dan pengawasan melalui operation room.
                Kebijakan modernisasi sarana kerja selama ini kurang diperhatikan sehingga menyebabkan pola pemindahan kantongpos di bagian ketuapos dikerjakan secara manual dan membutuhkan jumlah sdm yang cukup banyak. Untuk itu perlu secara bertahap pemakaian kantongpos dikurangi dan diganti dengan nampan/container, untuk memindahkannya dipergunakan trolly/lift trolly mekanik berbasis pallet agar lebih efektif dan efisien.
                Jumlah kebutuhan setiap kantor harus berbasis data yang akurat (data produksi) agar kapasitas terpasang sesuai dengan jumlah produksi yang akan di kerjakan sehingga clean floor dan zero irregularity dapat diwujudkan.
                Prasyarat yang harus dipersiapkan adalah Direktorat Operasi harus mengeluarkan  requirement ke Direktorat Sarana sesuai urutan proses bisnis yaitu operasi-pendukung.
                Dampak dari perubahan ini apabila di terapkan secara bertahap di 200 UPT di seluruh Indonesia dari sumber daya sdm, sarana dan barang pemakaian yang kalau di konversikan dalam rupiah akan terjadi efficiency milyaran rupiah per tahun. Selain itu terjadi peningkatan kualitas karena terjadi cutting process dan harga pokok per unit akan turun dan lebih kompetitif.
                Tentu semua ini harus di teliti dulu dengan dukungan data dan dokumen oleh tim analis sehingga kita akan tahu persis berapa angka efisiensi setelah dihitung sesudah perubahan dibandingkan dengan sebelum perubahan.
                Pada saran dan masukan berikutnya akan saya uraikan pembenahan infrastruktur operasi /transporting-reporting di bagian ketuapos.
                Demikian yang dapat saya sampaikan, selamat bekerja, sukses selalu dan terima kasih. Waalaikumsalam wr. wb.,
                                                                                                                                                Hormat Saya,

                                                                                                                                                 Fakhri Umar

Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, Bandung 40000
Direktur SDM dan Sarana, Bandung 40000
Direktur Teknologi, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, Bandung 40000