Bandung, 11 Januari 2010
Kepada,
Wakil Direktur Utama
PT.
Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal : Saran
dan masukan untuk pembenahan operasi IV ( proses IV )
Assalammualaikum wr. wb,
Pertama-tama
saya doakan semoga bapak bapak berada dalam keadaan sehat wal afiat. Sesuai
proses bisnis maka masukan berikut yaitu pembenahan infrastruktur operasi/transporting-reporting (T) merupakan
tulisan berikut yang saya janjikan semoga ada manfaatnya buat perbaikan proses
operasi.
Masukan
ini coba menguraikan transporting-reporting
(T) existing yang menurut penulis
terjadi mis management yang berdampak
inefisiensi dan bagaimana memperbaikinya kedepan agar berhasil guna (cost effective) dan berdaya guna (cost efficien).
Sebelum
masuk ke materi yang akan saya uraikan maka perlu saya gambarkan secara besaran
aktifitas berbasis input-proses-output yaitu menerima kiriman dalam bentuk
kantongpos/nampan/container yang
sudah tersegel dari bagian ketuapos outgoing
(input), diolah berdasarkan pola distribusi, pola transportasi (proses), dan diserahkan
kepada ketuapos incoming kantor transit atau kantorpos tujuan (output).
Bagian
ini biasa disebut bagian angkutan yang selama ini hanya mengurusi moda
transportasi saja yang seharusnya mengurusi 2 fungsi yaitu merancang jaringan out door process (link) dan menentukan
moda transportasi yang akan melayani masing masing jaringan tersebut.
Untuk
mengingat kembali masukan tanggal 14 Desember 2009 jaringan pos Indonesia ada 3
macam jaringan berikut wewenang kebijakan jaringan yaitu jaringan nasional
(primer) yang menghubungkan titik titik yang ditetapkan sebagai MPC/KSD (hub) seluruh Indonesia dan wewenang
pengaturannya oleh Kantor Pusat. Jaringan wilayahpos (sekunder) yang
menghubungkan titik titk MPC/KSD (hub)
ke Kantorpos/UPT (inbound) dalam satu wilayahpos dan wewenang pengaturannya
oleh Kantor Wilayahpos. Jaringan lokal (tersier) yang menghubungkan titik titik
Kantorpos/UPT ke Kantorpos Cabang (kptb/kpp) yang berada dibawah pengawasan
Kantorpos/UPT tersebut dan wewenang pengaturannya oleh Kantorpos.
Untuk
group process transporting-reporting (T) di
bagian angkutan existing mis management
terjadi pada perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi
kerja, kebijakan jaringan, kebijakan pemilihan transportasi, kebijakan sistem
teknologi database track and trace,
kebijakan modernisasi sarana kerja, yang kelima kebijakan apabila diperbaiki
akan menyumbangkan cost efficien yang
cukup significant dari sisi biaya dan
peningkatan kualitas.
Solusi untuk kelima masalah yang dikemukakan di atas sebagai
berikut ;
Kebijakan
perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja harus di
tata ulang berbasis 2 macam kualitas dan 2 macam proses pengelolaan
kantongpos/nampan/container dengan pola
penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, yang
efektif dan efisien.
Tidak
seperti sekarang setiap bisnis/produk mempunyai perangkat aturan pola
penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan,
tersendiri sehiingga membingungkan pegawai pelaksana dengan job desk actuating dan pegawai
struktural dengan job desk qrganizing dan
controlling dalam bekerja di tingkat kantorpos. Perangkat aturan ini juga
diuraikan secara khusus pada saran dan masukan surat kami tanggal 7 December
2009 mengenai simplifikasi proses.
Prasyarat
yang harus dilakukan setelah perangkat aturan di tata ulang adalah pegawai di
bagian ketuapos out going dilatih untuk mengerjakan aturan pola penerimaan, pola tutupan,
pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, yang benar melalui tour of duty. Untuk pegawai tingkat struktural harus di reedukasi
ulang melalui program pelatihan organizing,
controlling dan pengetahuan teknis operasional pos karena mereka akan
berfungsi sebagai Pembina dalam tour of
duty untuk pegawai tingkat pelaksana.
Prasyarat
utama dari perubahan kebijakan tersebut di atas maka terlebih dahulu keputusan
simplifikasi bisnis dan simplifikasi produk perlu ditetapkan yang penulis
sarankan pada tulisan sebelumnya.
Kebijakan
jaringan harus di tata ulang mulai dari jaringan primer, jaringan sekunder,
jaringan tersier sehingga didapatkan data base jaringan nasional seluruh titik
layanan (N22 TERPADU JARINGAN FISIK) agar list
wtkp/swp kirimanpos dapat ditetapkan per titik (H+0 sampai H+N). Mengingat
luasnya Indonesia maka penataan jaringan berbasis pareto di mulai dari pulau
Jawa, pulau Sumatera, pulau Kalimantan, pulau2 Indonesia timur bagian utara,
pulau2 Indonesia timur bagian selatan.
Untuk
itu standarisasi waktu proses operasi yang tersedia untuk end to end process
harus di tetapkan dan di ketahui oleh semua pimpinan/karyawan yaitu :
H+0
= 9 jam untuk terbukukan, 16 jam untuk
tidak terbukukan.
H+1 =
33 jam untuk terbukukan, 40 jam untuk tidak terbukukan.
H+2 =
57 jam untuk terbukukan, 64 jam untuk tidak terbukukan.
H+3
= 81 jam untuk terbukukan, 88 jam untuk tidak terbukukan dan seterusnya.
Kebijakan
pemilihan transportasi harus di tata ulang dengan prinsip semua kirimanpos
harus diudarakan. Apabila ada lebih dari satu moda transportasi tersedia maka
pilihan jatuh kepada moda transportasi yang paling efisien (biaya) dengan
catatan semua moda yang tersedia sama efektifnya. Jadi dasar pemilihan adalah
efektif dulu (kualitas) baru efisien (biaya).
Kebijakan
sistem teknologi database track and trace
harus di tata ulang dalam bentuk pucuk, dikemas kedalam file per kantorpos,
dikemas lagi kedalam file per kantor distribusi, dikemas lagi dalam bentuk file
per transportasi di kantor asal baru di kirim ke kantor transit/kantor tujuan secara
bertahap paling cepat setelah moda transportasi berangkat paling lambat sebelum
moda transportasi tiba dimasing masing kantor transit/kantor tujuan (N22
TERPADU JARINGAN VIRTUAL). Pengiriman data dilakukan pada malam sampai dini
hari.
Kebijakan
modernisasi sarana kerja harus di modernisasi dengan memperkenalkan pemakaian
TROLLY dan PALET di bantu dengan alat bongkar/muat berupa hand lift/mobile lift sehingga bongkar muat cukup satu/dua orang
untuk setiap moda angkutan setiap kali bongkar. Kenderaan ruangnya distandarkan
agar bisa memuat sejumlah trolly yang
tetap setiap kali berangkat. Disini akan ada efisiesi sdm.
Tentu
semua ini harus di teliti dulu dengan dukungan data dan dokumen oleh tim analis sehingga kita akan tahu persis
berapa angka efisiensi setelah dihitung sesudah perubahan dibandingkan dengan
sebelum perubahan.
Pada
saran dan masukan berikutnya akan saya uraikan pembenahan infrastruktur operasi
/pocessing-reporting (P3) di bagian
ketuapos incoming.
Demikian yang dapat saya sampaikan, selamat bekerja, sukses selalu
dan terima kasih.
Waalaikumsalam wr. wb.,
Hormat
Saya,
Fakhri Umar
Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, Bandung 40000
Direktur SDM dan Sarana, Bandung 40000
Direktur Teknologi, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, Bandung 40000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar