Most Viewed

Senin, 05 Maret 2012

pembenahan operasi IV ( proses IV )


Bandung, 11 Januari 2010
Kepada,
Wakil Direktur Utama
PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal  : Saran dan masukan untuk pembenahan operasi IV ( proses IV )
Assalammualaikum wr. wb,
                Pertama-tama saya doakan semoga bapak bapak berada dalam keadaan sehat wal afiat. Sesuai proses bisnis maka masukan berikut yaitu pembenahan infrastruktur operasi/transporting-reporting (T) merupakan tulisan berikut yang saya janjikan semoga ada manfaatnya buat perbaikan proses operasi.
                Masukan ini coba menguraikan transporting-reporting (T) existing yang menurut penulis terjadi mis management yang berdampak inefisiensi dan bagaimana memperbaikinya kedepan agar berhasil guna (cost effective) dan berdaya guna (cost efficien).
                Sebelum masuk ke materi yang akan saya uraikan maka perlu saya gambarkan secara besaran aktifitas berbasis input-proses-output yaitu menerima kiriman dalam bentuk kantongpos/nampan/container yang sudah tersegel dari bagian ketuapos outgoing (input), diolah berdasarkan pola distribusi, pola transportasi (proses), dan diserahkan kepada ketuapos incoming kantor transit atau kantorpos tujuan (output).
                Bagian ini biasa disebut bagian angkutan yang selama ini hanya mengurusi moda transportasi saja yang seharusnya mengurusi 2 fungsi yaitu merancang jaringan out door process (link) dan menentukan moda transportasi yang akan melayani masing masing jaringan tersebut.
                Untuk mengingat kembali masukan tanggal 14 Desember 2009 jaringan pos Indonesia ada 3 macam jaringan berikut wewenang kebijakan jaringan yaitu jaringan nasional (primer) yang menghubungkan titik titik yang ditetapkan sebagai MPC/KSD (hub) seluruh Indonesia dan wewenang pengaturannya oleh Kantor Pusat. Jaringan wilayahpos (sekunder) yang menghubungkan titik titk MPC/KSD (hub) ke Kantorpos/UPT (inbound) dalam satu wilayahpos dan wewenang pengaturannya oleh Kantor Wilayahpos. Jaringan lokal (tersier) yang menghubungkan titik titik Kantorpos/UPT ke Kantorpos Cabang (kptb/kpp) yang berada dibawah pengawasan Kantorpos/UPT tersebut dan wewenang pengaturannya oleh Kantorpos.
                Untuk group process transporting-reporting (T) di bagian angkutan existing mis management terjadi pada perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja, kebijakan jaringan, kebijakan pemilihan transportasi, kebijakan sistem teknologi database track and trace, kebijakan modernisasi sarana kerja, yang kelima kebijakan apabila diperbaiki akan menyumbangkan cost efficien yang cukup significant dari sisi biaya dan peningkatan kualitas.
Solusi untuk kelima  masalah yang dikemukakan di atas sebagai berikut ;
                Kebijakan perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja harus di tata ulang berbasis 2 macam kualitas dan 2 macam proses pengelolaan kantongpos/nampan/container dengan pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, yang  efektif dan efisien.
                Tidak seperti sekarang setiap bisnis/produk mempunyai perangkat aturan pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, tersendiri sehiingga membingungkan pegawai pelaksana dengan job desk actuating dan pegawai struktural dengan job desk qrganizing dan controlling dalam bekerja di tingkat kantorpos. Perangkat aturan ini juga diuraikan secara khusus pada saran dan masukan surat kami tanggal 7 December 2009 mengenai simplifikasi proses.
                Prasyarat yang harus dilakukan setelah perangkat aturan di tata ulang adalah pegawai di bagian ketuapos out going dilatih untuk mengerjakan aturan pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, yang  benar melalui tour of duty. Untuk pegawai tingkat struktural harus di reedukasi ulang melalui program pelatihan organizing, controlling dan pengetahuan teknis operasional pos karena mereka akan berfungsi sebagai Pembina dalam tour of duty untuk pegawai tingkat pelaksana.
                Prasyarat utama dari perubahan kebijakan tersebut di atas maka terlebih dahulu keputusan simplifikasi bisnis dan simplifikasi produk perlu ditetapkan yang penulis sarankan pada tulisan sebelumnya.
                Kebijakan jaringan harus di tata ulang mulai dari jaringan primer, jaringan sekunder, jaringan tersier sehingga didapatkan data base jaringan nasional seluruh titik layanan (N22 TERPADU JARINGAN FISIK) agar list wtkp/swp kirimanpos dapat ditetapkan per titik (H+0 sampai H+N). Mengingat luasnya Indonesia maka penataan jaringan berbasis pareto di mulai dari pulau Jawa, pulau Sumatera, pulau Kalimantan, pulau2 Indonesia timur bagian utara, pulau2 Indonesia timur bagian selatan.
                Untuk itu standarisasi waktu proses operasi yang tersedia untuk end to end process harus di tetapkan dan di ketahui oleh semua pimpinan/karyawan yaitu :
                H+0 =   9 jam untuk terbukukan, 16 jam untuk tidak terbukukan.
                H+1 = 33 jam untuk terbukukan, 40 jam untuk tidak terbukukan.
                H+2 = 57 jam untuk terbukukan, 64 jam untuk tidak terbukukan.
                H+3 = 81 jam untuk terbukukan, 88 jam untuk tidak terbukukan dan seterusnya.
                Kebijakan pemilihan transportasi harus di tata ulang dengan prinsip semua kirimanpos harus diudarakan. Apabila ada lebih dari satu moda transportasi tersedia maka pilihan jatuh kepada moda transportasi yang paling efisien (biaya) dengan catatan semua moda yang tersedia sama efektifnya. Jadi dasar pemilihan adalah efektif dulu (kualitas) baru efisien (biaya).
                Kebijakan sistem teknologi database track and trace harus di tata ulang dalam bentuk pucuk, dikemas kedalam file per kantorpos, dikemas lagi kedalam file per kantor distribusi, dikemas lagi dalam bentuk file per transportasi di kantor asal baru di kirim ke kantor transit/kantor tujuan secara bertahap paling cepat setelah moda transportasi berangkat paling lambat sebelum moda transportasi tiba dimasing masing kantor transit/kantor tujuan (N22 TERPADU JARINGAN VIRTUAL). Pengiriman data dilakukan pada malam sampai dini hari.
                Kebijakan modernisasi sarana kerja harus di modernisasi dengan memperkenalkan pemakaian TROLLY dan PALET di bantu dengan alat bongkar/muat berupa hand lift/mobile lift sehingga bongkar muat cukup satu/dua orang untuk setiap moda angkutan setiap kali bongkar. Kenderaan ruangnya distandarkan agar bisa memuat sejumlah trolly yang tetap setiap kali berangkat. Disini akan ada efisiesi sdm.
                Tentu semua ini harus di teliti dulu dengan dukungan data dan dokumen oleh tim analis sehingga kita akan tahu persis berapa angka efisiensi setelah dihitung sesudah perubahan dibandingkan dengan sebelum perubahan.
                Pada saran dan masukan berikutnya akan saya uraikan pembenahan infrastruktur operasi /pocessing-reporting (P3) di bagian ketuapos incoming.
Demikian yang dapat saya sampaikan, selamat bekerja, sukses selalu dan terima kasih.
Waalaikumsalam wr. wb.,

                                                                                                                                                Hormat Saya,

                                                                                                                                                 Fakhri Umar
Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, Bandung 40000
Direktur SDM dan Sarana, Bandung 40000
Direktur Teknologi, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, Bandung 40000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar