Bandung, 10 Mei 2012
Kepada,
Direktur Utama,
PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal : PT Pos Indonesia Logistik
Assalam mualaikum wr. wb.
Baru baru ini
PT Pos Indonesia telah membentuk anak perusahaan logistik, dengan nama PT Pos
Indonesia Logistik. Langkah ini adalah langkah yang tepat mengingat potensi
pasar logistik yang sangat besar dan kedepan akan terus tumbuh, sedangkan distribusi
dan transportasinya tak tergantikan oleh teknologi.
Pembentukan
anak perusahaan logistik di PT Pos Indonesia bukan kali ini saja dilakukan tapi
sudah dilakukan berulangkali 10 tahun yang lalu, tapi kurangnya komitmen yang
konsisten dan berkesinambungan maka rencana anak perusahaan ini tak pernah
terwujud dengan baik sampai saat ini.
Dari pengamatan
saya kali ini insya’allah akan terwujud melihat allokasi sumberdaya yang
diperlukan sudah dicukupi dan modal kerja operasi (operation expenditure) telah diberikan sehingga tidak ada alasan
perusahaan ini tidak dapat bekerja dengan baik untuk mendapatkan
pasar/pelanggan untuk kelangsungan hidup perusahaan tersebut kedepan
Dari evaluasi
dan analisa saya masih ada 1 lagi kebijakan yang sangat penting yang belum diputuskan yaitu bisnis
logistik exsisting yang dikelola oleh PT Pos Indonesia yang belum
diserahkan.
Kenapa bisnis
logistik eksisting harus diserahkan dan mata rantai proses mana yang akan
diserahkan? karena kalau tidak maka akan terjadi duplikasi bisnis, selanjutnya
akan terjadi persaingan dan rebutan pasar di internal perusahaan, selanjutnya
akan terjadi duplikasi struktur organisasi, selanjutnya akan terjadi pemborosan
sumberdaya, dan seterusnya.
Timbul
pertanyaan berikut, yang disebut bisnis logistik eksisting itu yang mana? Sebelum
menjawab pertanyaan tersebut maka mindset/persepsi
harus disamakan dulu. Yang disebut bisnis logistik itu apa? yang disebut bisnis
kurir (suratpos dan paketpos) itu apa? karena selama 10 tahun hal ini tak
terjelaskan dengan baik sehingga terjadi tarik menarik antara bisnis kurir dan
bisnis logistik yang merupakan salah satu penyebab pembentukan anak perusahaan
tidak terwujud karena konfik internal.
Pembeda antara
bisnis logistik dengan bisnis kurir adalah diproses, bukan di
ukuran-bentuk-berat-isi (product design)
karena pada hakikatnya kedua bisnis ini adalah bisnis jasa (services) bukan
bisnis manufacture yang menghasilkan produk
(goods).
Bisnis kurir
model proses operasinya C-P-T-D-T&T sedangkan bisnis logistik menangani supply chain management dengan model
proses operasinya C-P(WH+IS)-T-D, dimana pada bisnis logistik ada aktivitas warehouseing
dan inventory system
Dengan penjelasan
diatas maka kita telusuri pelanggan PT Pos Indonesia exsisting yang dilayani dengan jasa layanan supply chain
management/ C-P(WH+IS)-T-D apakah ada atau tidak ada. Menurut saya pelanggan bisnis
logistik exsisting ada, yaitu Dirjen Pajak
dengan benda meterai dan perusahaan2 konsinyasi bendapos (bukan perangko).
Bisnis ini sebenarnya bisnis retail PT Pos Indonesia
(induk perusahaan) yaitu penjualan diloket plus pengelolaan supply chain manajemen (SCM) yang
kedepan agar masalah SCM dikelola oleh PT Pos Indonesia Logistik. Jadi PT Pos
Indonesia dapat fee pendapatan dari aktifitas penjualan diloket sedangkan PT
Pos Indonesia Logistik dapat fee pendapatan dari pengelolaan supply chain management (prinsip sinergi)
Selain itu PT Pos Indonesia harus menjadi pelanggan
pertama yang memakai jasa PT Pos Indonesia untuk supply chain management milik sendiri yaitu perangko, barang
pemakaian pendukung operasi, formulir/model pendukung operasi.
Kalau itu dilakukan maka struktur organisasi berikut
sumberdaya yang ada di tingkat pusat, tingkat area, dan tingkat kantorpos yang
menangani supply chain management
(SCM) dapat dikurangi tinggal hanya mengelola manejemen pengendalian dan
pengawasan saja.
Sedangkan untuk bisnis kurir (mail and parcel) tetap bisnis PT Pos Indonesia, sedangkan peran
yang akan dimainkan oleh PT Pos Indonesia Logistik adalah penggalan proses
operasi C-P-T-D, yang menurut saya kemungkinan besar diserahkan adalah P-T.
Tapi ini semua kembali ke strategi dan kebijakan Direksi dalam menterjemahkan
hasil konsultan booze & co, apakah seluruh tahapan end to end process akan dikelola sendiri atau sebagian proses di outsource.
Kalau di outsource maka struktur organisasi berikut
sumberdaya yang ada di tingkat pusat, tingkat area, dan kantorpos yang
menangani P-T dapat disederhanakan tinggal hanya mengelola manejemen
pengendalian dan pengawasan saja. Outsourcing harus dilakukan totally tidak boleh setengah setengah P-T.
Baru kelihatan transformasi di PT Pos Indonesia
terjadi secara signifikan tidak seperti selama ini hanya nampak dikonsep,
diimplementasi tidak ada apa apanya (no
changes, only the name change)
Kalau saran ini
dilakukan, selain PT Pos Indonesia Logistik punya sumberdaya dan modal kerja
maka ia punya referensi implementasi dan pengalaman mengelola SCM yang riil yang bisa jadi added value pada saat melakukan pemasaran untuk mendapatkan
pelanggan baru.
Demikian saran dan masukan yang dapat saya sampaikan
semoga bermanfaat. Wassalam mualaikum wr. wb.
Hormat kami
Fakhri Umar
Tembusan:
Wakil Direktur Utama, PT. Pos
Indonesia, Bandung 40000
Direktur Ritel dan Properti, PT.
Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur
Surat dan Paket, PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Teknologi dan Jasa Keuangan, PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum, PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Keuangan, PT. Pos
Indonesia, Bandung 40000
Direktur Utama, PT Pos Indonesia Logistik, Jakarta
10000
Direktur Bisnis
dan Total Solution, PT Pos Indonesia Logistik, Jakarta 10000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar