Bandung, 14 Desember 2009
Kepada,
Wakil Direktur Utama
PT. Pos Indonesia, bandung 40000
Perihal : Saran
dan masukan untuk pembenahan operasi I ( sistem dan proses )
Assalammualaikum wr. wb,
Pertama-tama
saya ucapkan terima kasih atas perhatian bapak yang telah mau membaca surat
masukan berikut ini semoga ada manfaatnya buat perusahaan yang bapak pimpin.
Masukan
ini coba menguraikan operasi saat ini yang menurut penulis terjadi mis management yang berdampak
inefisiensi dan bagaimana memperbaikinya kedepan agar berhasil guna (cost effective) dan berdaya guna (cost efficien).
Sebelum
masuk ke proses yang lebih rinci per tahapan proses maka perlu saya gambarkan
secara besaran sistem operasi pos berbasis end
to end yaitu proses memindahkan sesuatu dari sipengirim ke sialamat melalui
tahapan proses C-P-T-D dan R.
Sistem operasi pos berbasis end to end disusun dengan pola hub and spoke ( hub = MPC/KSD sedangkan spoke
= kantorpos selain MPC/KSD ) yang terhubung
satu dengan lainnya melalui suatusistem jaringan transportasi.
Dalam teori transportasi hub and spoke, MPC/KSD/UPT dinamai node dan jaringan dinamai link.
Dalam node terdapat group process C-P-D dan R sedangkan
dalam link terdapat group process P dan R.
Jaringan Pos Indonesia dibagi 3 tingkatan yaitu:
- Jaringan nasional (primer) yang menghubungkan titik titik yang ditetapkan sebagai MPC/KSD (hub) seluruh Indonesia dan wewenang pengaturannya oleh Kantor Pusat.
- Jaringan wilayahpos (sekunder) yang menghubungkan titik titk MPC/KSD (hub) ke Kantorpos/UPT (inbound) dalam satu wilayahpos dan wewenang pengaturannya oleh Kantor Wilayahpos.
- Jaringan lokal (tersier) yang menghubungkan titik titik Kantorpos/UPT ke Kantorpos Cabang (kptb/kpp) yang berada dibawah pengawasan Kantorpos/UPT tersebut dan wewenang pengaturannya oleh Kantorpos.
Pengumpulan dan pelaporan ( collecting
and reporting )
Sebagai
gambaran collecting dan reporting
untuk kiriman terbukukan dilakukan di institusi pos milik sendiri maupun di
institusi milik kemitraan melalui loket loket yang tersedia sedangkan yang
tidak terbukukan melalui sarana bissurat yang ada di kantorpos maupun yang ada
di tepi jalan di dalam kota di bawah pengawasan sebuah UPT .
Saran
dan masukan kali ini kita akan bahas masalah Collecting and Reporting (C and
R) saat ini untuk kirimanpos terbukukan, pelanggannya retail, yang melakukan transaksi melalui loket (walk in customer). Batasan ini penulis
lakukan mengingat banyaknya mis management yang terjadi yang tak mungkin
diuraikan satu per satu dalam tulisan
pendek ini tapi ingin coba focus ke beberapa
masalah utama sampai tuntas.
Untuk group process
collecting dan reporting diloket saat
ini mis management terlihat pada
kebijakan spesialisasi jenis jasa layanan diloket, kebijakan jumlah petugas
loket dan jam masuk per shift yang tetap,
kebijakan format dan konten resi, kebijakan sistem teknologi database track and trace, kebijakan cap
tanggal dan perangkatnya yang kelima kebijakan apabila diperbaiki akan menyumbangkan
cost effective yang meningkat dan cost efficien yang cukup significant dari sisi biaya.
Solusi untuk ketiga masalah yang
dikemukakan di atas sebagai berikut ;
Kebijakan
spesialisasi jasa layanan diloket harus di ubah menjadi loket terintergrasi
dimana semua loket melayani semua jenis layanan yang di sediakan oleh PT Pos
Indonesia tidak seperti sekarang setiap loket hanya melayani satu atau dua
layanan tertentu akibatnya produktifitas setiap petugas loket di bawa standar karena
jumlah pengunjung dan jumlah transaksi setiap jenis layanan tidak sama setiap jam/hari/minggu/bulan/tanggal
karena PT Pos Indonesia adalah perusahaan jasa bukan perusahaan penghasil
barang.
Prasyarat
dari perubahan kebijakan tersebut di atas maka petugas loket harus dilatih
untuk mengerjakan semua jenis layanan dengan benar melalui tour of duty. Mengingat jumlah dan jenis produk eksisting cukup
banyak baik yang bersifat transaksi berbasis teknologi maupun penjualan fisik
barang konsinyasi maka terlebih dahulu keputusan simplifikasi bisnis dan simplifikasi
produk perlu ditetapkan yang penulis sarankan pada tulisan sebelumnya.
Untuk
para pelaksana/petugas loket job desk
actuating di buatkan instruksi kerja setiap jenis layanan secara rinci dan
standar yang nantinya akan menjadi dasar pengukuran kinerja individu masing
masing. Sistem teknologi harus terintergrasi. Sarana dan kelengkapan harus
dicukupi disetiap loket.
Kebijakan
jumlah petugas loket dan jam masuk per shift
yang bersifat tetap harus diubah menjadi tidak tetap/fleksibel sesuai kebutuhan.
Sebagai contoh kondisi sekarang suatu kantor umpamanya telah menetapkan 8 orang
masuk kantor jam 07.00 pagi setiap hari, tanpa memperhatikan ada atau tidaknya
pelanggan, seharusnya jumlah petugas loket dan jam masuknya harus
berdasarkan kebutuhan yaitu analisa jumlah
pelanggan dan jumlah transaksi setiap jam/hari/minggu/bulan/tanggal sehingga
kapasitas terpasang setiap jam/hari/minggu/bulan/tanggal tidak berlebih dan
tidak berkurang di banding standar.
Prasyarat
dari perubahan kebijakan tersebut diatas maka job desk supervisior fungsi organizing
harus dilengkapi dengan instruksi kerja organizing
yang standar secara rinci dan runut mulai dari menetapkan jenis dan jumlah data
yang diperlukan untuk analisis sampai menghasilkan keputusan jumlah petugas
loket yang masuk berdasarkan jam/hari/minggu/bulan/tanggal ( rostering).
Untuk
data jumlah pengunjung harus diterapkan sistem antri berbasis teknologi
sedangkan data jumlah transaksi diambil dari back office.
Kebijakan format dan konten dari
resi yang bermacam macam harus di ubah menjadi resi terintergrasi (tunggal)
untuk semua jenis layanan yang di sediakan oleh PT Pos Indonesia tidak seperti
sekarang untuk setiap jenis layanan mempunyai resi tersendiri sehingga
diperlukan lebih dari satu printer untuk setiap loket, apabila hanya satu
printer akan ada tambahan aktifitas berupa
ganti resi untuk setiap kali terjadi transaksi yang berbeda. Selanjutnya
kedepan resi tidak boleh di customize
oleh para pemasar.
Kebijakan
sistem teknologi database track and trace
di loket existing harus di ubah menjadi file per kantor transit
dan kantor tujuan berbasis kodepos dirian berdasarkan kebijakan pola tutupan, pola
distribusi dan pola transportasi yang ditetapkan oleh operasi agar proses
berikut di bagian puri/trier dan ketuapos berjalan efektif.
Kebijakan
cap tanggal dan perangkatnya yang ada di loket harus di tiadakan karena sudah
tergantikan pada print out resi oleh
sistem teknologi karena akan berlebihan, kecuali pada saat darurat (contoh
listrik putus/mati) sistem kembali ke manual.
Dampak
dari perubahan ini apabila di terapkan di 200 UPT dan beberapa ratus kptb besar
di seluruh Indonesia dari sumber daya sdm, sarana dan barang pemakaian yang kalau
di konversikan dalam rupiah akan terjadi efficiency
milyaran rupiah per tahun. Selain itu terjadi peningkatan kualitas karena
terjadi cutting process dan harga
pokok per unit akan turun dan lebih kompetitif.
Tentu
semua ini harus di teliti dulu dengan dukungan data dan dokumen oleh tim analis
sehingga kita akan tahu persis berapa angka efisiensi setelah dihitung sesudah
perubahan dibandingkan dengan sebelum perubahan.
Pada
saran dan masukan berikutnya akan saya uraikan pembenahan infrastruktur operasi
/processing-reporting .
Marketing
menghasilkan pendapatan, Operation melipat gandakan pendapatan melalui kualitas
dan efisiensi.
Demikian yang dapat saya sampaikan, selamat bekerja, sukses
selalu dan terima kasih.
Waalaikumsalam wr. wb.,
Hormat
Saya,
Fakhri Umar
Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, Bandung 40000
Direktur SDM dan Sarana, Bandung 40000
Direktur Teknologi, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, Bandung 40000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar