Most Viewed

Senin, 05 Maret 2012

pembenahan operasi III ( proses III )


Bandung, 4 Januari 2010
Kepada,
Wakil Direktur Utama
PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal  : Saran dan masukan untuk pembenahan operasi III ( proses III )
Assalammualaikum wr. wb,
                Pertama-tama saya ucapkan terima kasih atas perhatian bapak yang telah membaca surat masukan berikut yaitu pembenahan infrastruktur operasi/processing-reporting (P2) semoga ada manfaatnya buat perusahaan yang bapak pimpin.
                Masukan ini coba menguraikan processing-reporting (P2) existing yang menurut penulis terjadi mis management yang berdampak inefisiensi dan bagaimana memperbaikinya kedepan agar berhasil guna (cost effective) dan berdaya guna (cost efficien).
                Sebelum masuk ke materi yang akan saya uraikan maka perlu saya gambarkan secara besaran aktifitas berbasis input-proses-output yaitu menerima kiriman dalam bentuk kantongpos tertutup yang sudah tersegel dari bagian PURI dan kiriman dalam bentuk ikatan dari bagian TRIER (input), diproses menjadi dalam bentuk kantongpos (output) untuk diserahkan kepada bagian angkutan.
                Bagian ini biasa disebut bagian KETUAPOS dan untuk uraian kali ini saya batasi bagian KETUAPOS OUTGOING.
                Untuk group process processing-reporting (P2) di ketuapos outgoing existing mis management terjadi pada perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja, kebijakan jumlah pegawai dan jam masuk per shift yang tetap, kebijakan sistem teknologi database track and trace, kebijakan modernisasi sarana kerja, yang keempat kebijakan apabila diperbaiki akan menyumbangkan cost efficien yang cukup significant dari sisi biaya dan peningkatan kualitas.
Solusi untuk keempat  masalah yang dikemukakan di atas sebagai berikut ;
                Kebijakan perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja harus di tata ulang berbasis 2 macam proses pengelolaan kantongpos/nampan/container dengan pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, yang  efektif dan efisien.
                Tidak seperti sekarang setiap bisnis/produk mempunyai perangkat aturan pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, tersendiri sehiingga membingungkan pegawai pelaksana dengan job desk actuating dan pegawai struktural dengan job desk qrganizing dan controlling dalam bekerja di tingkat kantorpos. Perangkat aturan ini juga diuraikan secara khusus pada saran dan masukan surat kami tanggal 7 December 2009 mengenai simplifikasi proses.
                Prasyarat yang harus dilakukan setelah perangkat aturan di tata ulang adalah pegawai di bagian ketuapos out going dilatih untuk mengerjakan aturan pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, yang  benar melalui tour of duty. Untuk pegawai tingkat struktural harus di reedukasi ulang melalui program pelatihan organizing, controlling dan pengetahuan teknis operasional pos karena mereka akan berfungsi sebagai Pembina dalam tour of duty untuk pegawai tingkat pelaksana.
                Prasyarat dari perubahan kebijakan tersebut di atas maka terlebih dahulu keputusan simplifikasi bisnis dan simplifikasi produk perlu ditetapkan yang penulis sarankan pada tulisan sebelumnya.
                Pola penerimaan, pola tutupan, pola distribusi, pola transportasi, pola penyerahan, kedepan harus memperhatikan dan berbasis Sistem Kode Pos Indonesia (SKPI) 
                Kebijakan jumlah pegawai dan jam masuk per shift yang tetap harus di ubah menjadi jam masuk dan jumlah sesuai aktifitas yang akan dilakukan yaitu dari group processing-reporting (P2) kalau di breakdown akan menjadi 4 proses yang berurut yaitu terima-olah-tutup-serah. Bagian Ketuapos outgoing untuk setiap kantorpos jumlah shift bervariasi tergantung pola transportasi mulai dari 1 shift sampai dengan 3 shift.
                Untuk para pelaksana di bagian Ketuapos outgoing menurut saya secara bertahap harus di buat kebijakan penerimaan sdm yang berbasis part time (musiman) jangan lagi memakai tenaga tetap berpangkat karena sangat mahal harga pokok produksinya. Selain itu jumlahnya dapat dikurangi dengan memperkenalkan pemakaian sarana baru.
                Kebijakan sistem teknologi database track and trace, yang ada sekarang harus di ubah data yang masuk ke bagian Ketuapos outgoing dari bagian puri sudah harus terkelompokan dalam bentuk  file per kodepos kantorposdirian/kantor tujuan berdasarkan kebijakan pola tutupan pos, pola distribusi, pola transportasi.
                Di Ketuapos outgoing setelah diolah (sortir) dan ditutup, harus mempergunakan barcode kantongpos pada label yang tersedia, lalu diinput kedalam sistem i-pos untuk verifikasi jumlah kantongpos yang diterima sama pada saat diterima dari puri untuk data neraca harian Ketuapos outgoing. Kebijakan yang harus di terapkan adalah clean floor policy dan zero irregularity.
                Database track and trace dipindahkan ke kantorpos tujuan/kantorpos transit dalam bentuk database kantongpos/nampan/container dengan model N22 jaringan virtual dan tembusan ke kantor wilpos dan kantor pusat untuk pengendalian dan pengawasan melalui operation room.
                Kebijakan modernisasi sarana kerja selama ini kurang diperhatikan sehingga menyebabkan pola pemindahan kantongpos di bagian ketuapos dikerjakan secara manual dan membutuhkan jumlah sdm yang cukup banyak. Untuk itu perlu secara bertahap pemakaian kantongpos dikurangi dan diganti dengan nampan/container, untuk memindahkannya dipergunakan trolly/lift trolly mekanik berbasis pallet agar lebih efektif dan efisien.
                Jumlah kebutuhan setiap kantor harus berbasis data yang akurat (data produksi) agar kapasitas terpasang sesuai dengan jumlah produksi yang akan di kerjakan sehingga clean floor dan zero irregularity dapat diwujudkan.
                Prasyarat yang harus dipersiapkan adalah Direktorat Operasi harus mengeluarkan  requirement ke Direktorat Sarana sesuai urutan proses bisnis yaitu operasi-pendukung.
                Dampak dari perubahan ini apabila di terapkan secara bertahap di 200 UPT di seluruh Indonesia dari sumber daya sdm, sarana dan barang pemakaian yang kalau di konversikan dalam rupiah akan terjadi efficiency milyaran rupiah per tahun. Selain itu terjadi peningkatan kualitas karena terjadi cutting process dan harga pokok per unit akan turun dan lebih kompetitif.
                Tentu semua ini harus di teliti dulu dengan dukungan data dan dokumen oleh tim analis sehingga kita akan tahu persis berapa angka efisiensi setelah dihitung sesudah perubahan dibandingkan dengan sebelum perubahan.
                Pada saran dan masukan berikutnya akan saya uraikan pembenahan infrastruktur operasi /transporting-reporting di bagian ketuapos.
                Demikian yang dapat saya sampaikan, selamat bekerja, sukses selalu dan terima kasih. Waalaikumsalam wr. wb.,
                                                                                                                                                Hormat Saya,

                                                                                                                                                 Fakhri Umar

Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, Bandung 40000
Direktur SDM dan Sarana, Bandung 40000
Direktur Teknologi, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, Bandung 40000 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar