Bandung, 21 Desember 2009
Kepada,
Wakil Direktur Utama
PT.
Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal : Saran
dan masukan untuk pembenahan operasi II ( proses II )
Assalammualaikum wr. wb,
Pertama-tama
saya ucapkan terima kasih atas perhatian bapak yang telah mau membaca surat
masukan berikut yaitu pembenahan infrastruktur operasi/processing-reporting (P1) semoga ada manfaatnya buat perusahaan
yang bapak pimpin.
Masukan
ini coba menguraikan processing-reporting
(P1) existing yang menurut
penulis terjadi mis management yang
berdampak inefisiensi dan bagaimana memperbaikinya kedepan agar berhasil guna (cost effective) dan berdaya guna (cost efficien).
Sebelum
masuk ke materi yang akan saya uraikan maka perlu saya gambarkan secara rinci
lagi letak group processing-reporting
berbasis end to end (C-P-T-D dan R) dalam
contoh rangkaian dua node dan satu link dengan tahapan proses C-P1-P2-T-P3-P4-D dan R.
Collecting-Processing-Processing ( C-P1-P2 ) adalah group process node yang pertama
aktifitasnya terjadi di Kantor Asal ( UPT Asal ) alur prosesnya disebut outgoing mail.
Processing-Processing-Delivery (
P3-P4-D ) adalah group process node yang kedua
aktifitasnya terjadi di Kantor Tujuan ( UPT Tujuan ) alur prosesnya disebut
incoming mail.
Untuk memindahkan
kiriman dari satu kantor ke kantor berikutnya maka diperlukan suatu jaringan
transportasi (link) apakah primer-sekunder-tersier yang dilambangkan dengan group process Transporting ( T ), dari seluruh rangkaian group process C-P1-P2-T-P3-P4-D
setiap tahapan proses harus di dukung dengan jaringan virtual (link) yang
dilambangkan dengan group process Reporting ( R ).
- P1 = Kirimanpos diterima dari C dalam bentuk pucuk (item) diolah menjadi kan tongpos/nampan/container dan diserahkan ke proses berikut yaitu P2.
- P2 = Kirimanpos diterima dari P1 dalam bentuk kantongpos/nampan/container diolah berdasarkan pola distribusi dan transportasi diserahkan ke proses berikut yaitu T
- P3 = Kirimanpos diterima dari T dalam bentuk kantongpos/nampan/container diolah dan diserahkan ke proses berikut yaitu P4 dalam bentuk kantongpos/nampan/container.
- P4 = Kirimanpos diterima dari P3 dalam bentuk kantongpos/nampan/container diolah menjadi pucuk dan diserahkan ke proses berikut yaitu D untuk diantar
Dalam saran dan masukan kali ini
akan saya batasi dulu tahapan proses P1 yang nama institusinya dinamai PURI
KANTOR ASAL.
Saran
dan masukan akan membahas masalah Processing
and Reporting (P1 and R)
eksisting untuk kirimanpos terbukukan, pelanggannya retail, kiriman berasal dari transaksi melalui loket (walk in customer). Batasan ini penulis
lakukan mengingat banyaknya mis management yang terjadi yang tak mungkin
diuraikan satu per satu dalam tulisan
pendek ini tapi ingin coba focus ke
beberapa masalah utama dan solusinya.
Untuk
group process processing-reporting di
puri eksisting mis management terjadi pada perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur
kerja-instruksi kerja, kebijakan jumlah pegawai dan jam masuk per shift yang tetap, kebijakan sistem
teknologi database track and trace,
kebijakan modernisasi sarana kerja yang keempat kebijakan apabila diperbaiki
akan menyumbangkan cost efficien yang
cukup significant dari sisi biaya dan
peningkatan kualitas.
Solusi untuk keempat masalah
yang dikemukakan di atas sebagai berikut ;
Kebijakan
perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja harus di tata
ulang berbasis 2 macam proses yaitu proses kerja kiriman terbukukan dan proses
kerja kiriman tak terbukukan tidak seperti sekarang setiap bisnis/produk
mempunyai perangkat aturan sehingga membingungkan pegawai pelaksana dengan job desk actuating dan pegawai
struktural dengan job desk qrganizing dan
controlling dalam bekerja di tingkat kantorpos. Perangkat aturan ini juga
diuraikan secara khusus pada saran dan masukan surat kami tanggal 7 December
2009 mengenai simplifikasi proses.
Prasyarat
yang harus dilakukan setelah perangkat aturan di tata ulang adalah pegawai di
bagian puri dilatih untuk mengerjakan kedua proses dengan benar melalui tour of duty. Untuk pegawai tingkat struktural
harus di re edukasi ulang melalui program pelatihan organizing, controlling dan pengetahuan teknis operasional pos
karena mereka akan berfungsi sebagai Pembina dalam tour of duty untuk pegawai tingkat pelaksana.
Prasyarat
dari perubahan kebijakan tersebut di atas maka terlebih dahulu keputusan
simplifikasi bisnis dan simplifikasi produk perlu ditetapkan yang penulis
sarankan pada tulisan sebelumnya.
Sistem
operasi kedepan semua rangkaian aktifitas dalam tahapan proses C-P-T-D dan R
harus berbasis Sistem Kode Pos Indonesia (SKPI)
Kebijakan
jumlah pegawai dan jam masuk per shift
yang tetap harus di ubah menjadi jam masuk dan jumlah sesuai aktifitas yang
akan dilakukan yaitu dari group
processing kalau di breakdown
akan menjadi 5 proses yang berurut yaitu terima-buka-olah-tutup-serah
supaya mudah contohnya kalau ada 3 orang pegawai pengaturan jam masuk tidak
sama untuk aktifitas terima 1 orang, untuk
aktifitas buka tambah 1 orang lagi, untuk aktifitas olah
tambah 1 orang lagi, untuk aktifitas tutup kurangi 1 orang, untuk
aktifitas serah kurangi 1 orang. Konfigurasinya menjadi 1-2-3-2-1
dengan waktu kerja pegawai setiap hari 7 jam, seminggu 6 hari kerja 40,5 jam.
Untuk kantor yang ditetapkan sebagai MPC/KSD maka jam kerja processing di atur antara jam 6 sore
sampai jam 6 dini hari. Ada prinsip yang harus dipegang yaitu “pada
saat pelanggan bangun bukalah loket dan antarlah kirimanpos, pada saat
pelanggan tidur olahlah kirimanpos dan pindahkanlah melalui jaringan transportasi”.
Untuk UPT yang menjadi inbound disesuaikan dengan jam berangkatnya alat
angkutan.
Untuk
para pelaksana untuk semua mata rantai operasi menurut saya secara bertahap
harus di buat kebijakan sdm yang berbasis part time (musiman) tidak seperti
sekarang di isi dengan tenaga yang berpangkat (pegawai tetap) karena akan timbul
kesulitan pada saat menghitung harga pokok produksi untuk sumber daya manusia.
Kebijakan
sistem teknologi database track and
trace, yang ada sekarang harus di ubah data
yang masuk ke bagian puri dari bagian loket sudah harus terkelompokan dalam
bentuk file per kodepos kantorposdirian/kantor tujuan berdasarkan
kebijakan pola tutupan pos. Di puri setelah diolah (sortir), data barcode
ditembak untuk verifikasi jumlah dan item
sama pada saat diterima dari loket untuk data neraca harian puri. Kebijakan
yang harus di terapkan adalah clean floor
policy dan zero irregularity. Database track and trace pada akhir
dinas dipindahkan ke ketuapos dalam bentuk database
kantongpos/nampan/container.
Kebijakan
modernisasi sarana kerja yang selama ini kurang diperhatikan sehingga
menyebabkan salah sortir/salah salur
dan rework maka kedepan harus mendapatkan
perhatian. Harus di inventaris ulang sarana yang harus dihapuskan karena tidak
tepat dan argonomis, diganti/diperbaharui dengan sarana yang tepat dan
argonomis, ditambah/dikurangi sesuai kebutuhan secara bertahap.
Harus
ada sarana untuk mesin pengikat disesuaikan dengan kebijakan pola ikatan, harus
ada rak sortir outgoing disesuaikan
dengan kebijakan pola sortir/pola tutupan, harus ada
kantongpos/nampan/container disesuaikan dengan kebijakan pola
distribusi/transportasi, harus ada barang pemakaian yang sudah direvisi ulang
disesuaikan dengan kebijakan pola ikatan/pola tutupan/pola distribusi/pola
transportasi. Jumlah kebutuhan setiap kantor harus berbasis data yang akurat (data produksi) dan alokasi jam kerja yang ditetapkan agar kapasitas
terpasang sesuai dengan jumlah produksi yang akan di kerjakan sehingga clean floor dan zero irregularity dapat diwujudkan.
Mekanisasi dan otomatisasi untuk saat ini tidak diusulkan
karena perlu dibangun prasyarat yaitu standarisasi sampul kiriman, standarisasi
penulisan alamat yang berbasis kodepos, volume minimal harus tersedia agar
mesin yang dipakai efektif dan efisien, apabila prasyarat ini tidak terpenuhi
maka nasib mesin yang di Surabaya akan terulang kembali.
Prasyarat
yang harus dipersiapkan adalah masing masing direktorat mengeluarkan requirement
dari masing masing direktorat sesuai urutan proses bisnis yaitu bisnis-operasi-pendukung.
Dampak
dari perubahan ini apabila di terapkan secara bertahap di 200 UPT di seluruh
Indonesia dari sumber daya sdm, sarana dan barang pemakaian yang kalau di
konversikan dalam rupiah akan terjadi efficiency
milyaran rupiah per tahun. Selain itu terjadi peningkatan kualitas karena
terjadi cutting process dan harga
pokok per unit akan turun dan lebih kompetitif.
Tentu
semua ini harus di teliti dulu dengan dukungan data dan dokumen oleh tim analis sehingga kita akan tahu persis
berapa angka efisiensi setelah dihitung sesudah perubahan dibandingkan dengan
sebelum perubahan.
Pada
saran dan masukan berikutnya akan saya uraikan pembenahan infrastruktur operasi
/processing-reporting di bagian ketuapos (P2).
Marketing
menghasilkan pendapatan, Operation melipat gandakan pendapatan melalui kualitas
dan efisiensi dan pendukung memenuhi permintaan bisnis dan operasi sumber daya
agar kapasitas terpasang sesuai dengan volume pekerjaan.
Demikian yang dapat saya sampaikan, selamat bekerja, sukses
selalu dan terima kasih.
Waalaikumsalam wr. wb.,
Hormat
Saya,
Fakhri Umar
Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, Bandung 40000
Direktur SDM dan Sarana, Bandung 40000
Direktur Teknologi, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, Bandung 40000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar