Most Viewed

Minggu, 10 Februari 2013

Berbagi pengetahuan dan pengalaman ( kembali sipengirim )



Bandung, 21 Mei 2012
Kepada,
Direktur Utama,
PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal      : Berbagi pengetahuan dan pengalaman ( kembali sipengirim )
Assalam mualaikum wr. wb.
                Untuk tulisan ke-81 ini saya akan coba membahas mengenai masalah kembali sipengirim yaitu kirimanpos yang setelah sampai di kantor tujuan diantar tapi tidak dapat diserahkan kepada sialamat karena sesuatu hal sehingga di kembalikan kepada sipengirim.
Masalahnya apakah kemsip suatu kelemahan dan tantangan atau tidak. Kalau bukan suatu kelemahan, maka ia bukan merupakan tantangan untuk diperbaiki. Kalau ya merupakan suatu kelemahan, maka ia merupakan tantangan untuk diperbaiki.
Menurut saya kemsip suatu kelemahan yang  penyebabnya bisa dari perusahaan, maupun dari sipengirim maka ia menjadi tantangan untuk diperbaiki.
Kenapa begitu, uraiannya sebagai berikut:
Dasar untuk diproses, diantar dan diserahkan kepada yang tepat (salah satu motto perusahaan cepat-tepat-aman) adalah penulisan alamat yang terstandar. Pertanyaannya adalah hal ini sudah dikomunikasikan kepada sipengirim/pelanggan? Belum, suatu kelemahan. Sudahkah punya standarisasi alamat? Kalau belum standarisasi sebagai berikut:
Standarisasi Alamat Sipengirim dan Sialamat
  1. Nama sipengirim/sialamat (ditulis lengkap jika perlu nama panggilan juga ditulis) dibelakang kirimanpos
  2. Nama Kantor/Perusahaan/Gedung jika dialamatkan ke Kantor/Perusahaan/Gedung
  3. Nama jalan/gang, nomor rumah (ditulis lengkap jika nomor tidak ada diganti dengan nomor RT/RW)
  4. Nama kelurahan dan kecamatan (ditulis lengkap, dapat diganti/tidak perlu ditulis kalau sudah ditulis kodepos dibelakang kota asal/kota tujuan)
  5. Nama kota asal/kota tujuan berikut kodepos lengkap 5 digit
  6. Nama Propinsi (ditulis lengkap, dapat diganti/tidak perlu ditulis kalau sudah ditulis kodepos dibelakang kota asal/kota tujuan)
Dari gambaran standarisasi diatas maka tanpa kodepos penulisan alamat menjadi rumit, kalau pakai kodepos maka penulisan nama propinsi, nama kecamatan, nama kelurahan akan terwakili oleh kodepos dan tidak diperlukan lagi.
Kalau tanpa kodepos maka penulisan alamat harus lengkap karena:
  1. Dibeberapa propinsi terdapat nama kota yang sama atau mirip mirip sama
  2. Dibeberapa kota terdapat nama kecamatan yang sama atau mirip mirip sama
  3. Dibeberapa kecamatan terdapat nama kelurahan yang sama atau mirip mirip sama
  4. Dibeberapa kelurahan terdapat nama jalan yang sama atau mirip mirip sama
  5. Dibeberapa jalan terdapat nomor rumah yang sama
Kenapa hal ini bisa terjadi karena tidak adanya pengendalian dan pengawasan oleh pemerintah daerah, disinilah peran PT Pos Indonesia sebagai technical adviser membantu pemda setempat.
Untuk itu penulisan kodepos pada alamat untuk poin 1 s/d 3 menjadi solusi sedangkan buku jalan antar yang merupakan database alamat poin 4 dan 5 menjadi solusi kalau ingin meminimalkan kemsip.
Kondisi saat ini               
Secara logika orang mengirim kiriman pasti ingin kiriman sampai kesialamat. Jadi penulisan alamat tersebut pasti sudah benar menurut sipengirim. Tidak ada orang dengan sengaja iseng mengirim kiriman untuk gagal antar dan kembali kepada sipengirim
Penulisan alamat sudah benar menurut sipengirim, di PT Pos Indonesia hasilnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
  1. Alamat pengirim dan sialamat lengkap dan jelas
  2. Alamat pengirim dan sialamat lengkap tapi tidak jelas
  3. Alamat pengirim dan sialamat tidak lengkap tapi jelas
  4. Alamat pengirim dan sialamat tidak lengkap dan tidak jelas
Untuk poin 2 kiriman tidak boleh dikemsipkan apabila sialamat menyatakan tidak dikenal, sebelum ada upaya optimal mengunjungi seluruh nomor rumah yang sama dalam satu jalan, atau seluruh jalan yang sama dalam satu kelurahan maupun satu kecamatan.
Untuk poin 2 kemsip hanya boleh apabila sialamat menyatakan yang bersangkutan meninggal dunia, atau sudah pindah tanpa meninggalkan alamat baru sedangkan untuk poin 4 langsung dikemsipkan
Sedangkan poin 1 dan 3 harus diantar dan diserahkan. Contoh poin 3 adalah apabila nama yang bersangkutan dikenal; Krisdayanti/penyanyi, nama jabatan; gubernur, atau Kantor/Perusahaan/Gedung yang di kenal; BSM/Bandung Super Mall
Untuk itu pengawasan dan pengendalian kiriman kemsip agar ditingkatkan yang saat ini dengan mudah kiriman dikemsipkan tanpa melalui prosedur yang benar.
Khusus untuk kiriman korporat yang berbasis bukti serah akan berakibat kerugian bagi perusahaan karena hanya surat yang berhasil diantar dan diserahkan yang dibayar.
Demikian saran dan masukan yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat. Wassalam mualaikum wr. wb.
Hormat kami


 Fakhri Umar
Tembusan:
Wakil Direktur Utama, PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Ritel dan Properti, PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Surat dan Paket, PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Teknologi dan Jasa Keuangan, PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum, PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Keuangan, PT. Pos Indonesia, Bandung 40000

3 komentar:

  1. tolong cara kerjanya ditingkatkan sedikit lah

    BalasHapus
  2. memang menurut saya petugas pengantar surat kurang bertanggung jawab/kurang berusaha utk mendapatkan alamat/orang yg bersangkutan. Misalnya tempat yg ada gangnya, sering terjadi kemsip, padahal orangnya ada disana dan alamatnya lengkap tp krn kurang bertanya terhadap tetangga akhirnya terjadi kemsip

    BalasHapus
  3. Kalo terjadi kemsip, itu barangnya kemana ya?
    Trus biar barangnya bisa sampe ke penerima gimana?

    Please, mohon dijawab ya. Makasih.

    BalasHapus