Bandung, 9 Mei 2010
Kepada,
Wakil Direktur Utama,
PT. Pos Indonesia Bandung 40000
Perihal : Saran
dan masukan masalah dukungan operasi ( sarana )
Assalammualaikum
wr. wb,
Pertama-tama
saya ucapkan terima kasih atas perhatian bapak yang telah mau membaca saran dan
masukan ke-22 ini semoga ada manfaatnya.
Apabila
ingin mengetahui jumlah dan jenis model/formulir yang di pakai dalam sistem
perposan (semua sistem : operasi, sdm, sarana, keuangan) dapat dilihat dalam
buku model G sedangkan untuk barang pemakaian dalam buku Per-74/Per-75 dengan tanda
o dan barang inventaris dalam buku Per-74/Per-75 yang tidak
bertanda o.
Dengan
kebijakan pengembangan sistem perposan kedepan berbasis teknologi maka
keberadaan model/formulir untuk mendukung kegiatan operasi yang ada dalam buku model
G harus ditinjau ulang agar model/formulir yang tidak diperlukan karena sudah tergantikan
oleh teknologi tidak dicetak lagi dan yang ada dalam persediaan segera
dihapuskan dengan Per-49.
Dengan diterapkannya kebijakan
pengembangan sistem perposan berbasis teknologi keberadaan barang pemakaian dan
barang inventaris mengalami penyesuaian sehingga ada barang yang masih dipakai,
ada yang disesuaikan, ada yang baru dan ada yang dihapuskan dari buku
Per-74/Per-75.
Masalah
sarana pendukung yang dihadapi dalam organisasi pendukung (Direktorat SDM dan
Sarana) sebagai :
Masalah
pertama
adalah sistem permintaan, pengadaan, pengiriman, pencatatan, penyimpanan,
penghapusan dan pengarsipan tidak berjalan sesuai dengan pengaturan yang
ditetapkan dalam buku Peraturan Dinas VI ( SOP Sarana ). Peraturan Dinas VI
perlu direvisi kebijakan dan SOPnya, yang masih relevan dipertahankan, yang
kurang tepat di sempurnakan dan yang tidak tepat dihapuskan karena adanya kebijakan
penerapan teknologi dalam sistem perposan yang dilakukan secara intensif di PT
Pos Indonesia.
Masalah
kedua
adalah kemampuan pengetahuan SDM ( kompetensi ) mengenai sistem pendukung
sarana (inventory system) yang berlaku di jajaran organisasi sarana
baik di Kantor Pusat, Kantor Wilayah dan Kantorpos Operasional.
Masalah
ketiga
adalah masalah pengumpulan data disetiap segmen proses operasi C-P1-P2-T-P3-P4-D-Ipos
untuk bahan analisis permintaan jumlah dan jenis model, barang pemakaian dan
barang inventaris mungkin tidak ada, ada tapi tidak akurat. Akibatnya terjadi
kekurangan dan kelebihan model, barang pemakaian dan barang inventaris di
Kantor Pusat, Kantor Wilayah maupun di Kantorpos.
Masalah
keempat
adalah masalah existing (fakta) dimana
permintaan antar waktu lebih sering dari permintaan rutin (untuk model/formulir
2x setahun untuk masing masing wilayah, sedangkan untuk barang pemakaian dan
inventaris 4x setahun untuk masing masing wilayah). Sesuai pengaturan dalam P.D
VI seharusnya permintaan antar waktu dilakukan seminimal mungkin karena
dampaknya akan mengganggu system
inventory, keuangan perusahaan (cash
flow) dan proses operasi dikantor yang berakhir dengan kualitas yang
menurun di tingkat kantorpos.
Masalah
kelima
adalah laporan hasil audit setiap tahun oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ) dalam
menutup neraca keuangan dan rugi/laba, temuannya jumlah asset dan
nilai perolehan asset tidak dapat dengan pasti ditetapkan.
Dari hasil uraian diatas maka langkah untuk
menyelesaikannya sebagai berikut :
- Perlu adanya program melakukan penataan kembali kebijakan dan SOP ( PD VI ) inventory system (sistem permintaan, pengadaan, pengiriman, pencatatan, penyimpanan, penghapusan dan pengarsipan) yang dilakukan ditingkat pusat agar menjadi pedoman pelaksanaan di tingkat wilayah dan kantorpos.
- Perlu adanya program re-edukasi ulang pimpinan struktur organisasi yang mengelola sarana agar terjadi peningkatan kemauan dan kemampuan di bidang sistem pendukung sarana.
- Perlu adanya program melakukan penataan kembali kebijakan sistem data produksi berbasis proses operasi (sistem pencatatan, pengolahan, pelaporan, pengiriman, penyimpanan, penghapusan dan pengarsipan) yang dilakukan ditingkat pusat, agar setiap permintaan sarana dari kantor pusat, kantor wilayah dan kantorpos berbasis data (speak by data).
- Perlu dilakukan pengendalian permintaan sarana antar waktu melalui manajemen system inventory sehingga permintaan antar waktu menjadi minimal sehingga system perposan berjalan lancer tanpa kendala.
- Perlu dilakukan program pendataan ulang asset perusahaan agar jumlah asset dan nilai perolehan asset dapat dipastikan dengan akurat dan benar sebelum akhir tahun agar hasil pemeriksaan tahun buku 2010 tidak ada lagi temuan KAP masalah asset.
- Program program tersebut diatas sudah sering dibicarakan tapi tindakan tidak pernah ada, kalau pun ada tindakan dalam bentuk program tidak pernah tuntas dikerjakan sampai berhasil. Salah satu penyebabnya dan tanpa disadari telah menjadi kebiasaan di PT Pos Indonesia adalah tidak adanya komitmen untuk menyelesaikan program sampai tuntas sesuai dengan peran masing masing pimpinan baik di tingkat pusat, wilayah maupun kantorpos.
- Dalam point ke 6 diatas saya gambarkan dengan istilah Pimpinan PT Pos Indonesia punya komitmen untuk tidak menjalankan komitmen yang disepakati dan ditetapkan sampai tuntas secara konsisten dan kontinyu sesuai peran masing masing.
Pada saran dan masukan berikutnya akan
saya uraikan masalah revisi data produksi berbasis C-P1-P2-T-P3-P4-D-Ipos yang
diperlukan untuk mendukung pengambilan keputusan operasi
Demikian yang dapat saya sampaikan, selamat bekerja, sukses
selalu dan terima kasih.
Waalaikumsalam wr. wb.,
Hormat
Saya,
Fakhri Umar
Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, PT Pos Indonesia,
Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur SDM dan Umum, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Teknologi, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Sekretaris Perusahaan, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, PT Pos Indonesia, Bandung
40000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar