Bandung, 25 Januari 2010
Kepada,
Wakil Direktur Utama
PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal : Saran
dan masukan untuk pembenahan operasi VI ( proses VI )
Assalammualaikum wr. wb,
Pertama-tama
saya ucapkan terima kasih atas perhatian bapak yang telah mau membaca saran dan
masukan ke 11 ini yaitu pembenahan infrastruktur operasi/processing-reporting (P4) dari 20 tulisan yang saya rencanakan semoga
ada manfaatnya.
Masukan
ini coba menguraikan processing-reporting
(P4) existing yang menurut
penulis terjadi mismanagement yang berdampak inefisiensi dan bagaimana
memperbaikinya kedepan agar berhasil guna (cost
effective) dan berdaya guna (cost
efficien).
Sebelum
masuk ke materi yang akan saya uraikan maka perlu saya gambarkan secara besaran
aktifitas berbasis input-process-output
yaitu menerima kiriman dalam bentuk kantongpos tertutup yang sudah tersegel
dari ketuapos incoming kantor tujuan (input), dibuka dan diolah berbasis
kodepos digit ke empat (kecamatan)
dan kelima (kelurahan/desa) di bagian Puri (kiriman terbukukan) atau di bagian Trier (kiriman tak terbukukan) di kantor
tujuan (process), diserahkan kepada
bagian antaran di kantor tujuan sebagai tahap berikut dari proses end to end process (output).
Bagian
ini biasa disebut bagian PURI (kiriman terbukukan) INCOMING dan TRIER (kiriman
tak terbukukan) INCOMING yang untuk uraian kali ini saya batasi uraian bagian
PURI INCOMING.
Untuk
group process processing-reporting (P4) di
puri incoming existing mismanagement terjadi pada perangkat
aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja, kebijakan jumlah
pegawai dan jam masuk per shift yang
tetap, kebijakan sistem teknologi database
track and trace, kebijakan modernisasi sarana kerja yang ke empat empat
kebijakan apabila diperbaiki akan menyumbangkan cost efficien yang cukup
significant dari sisi biaya dan peningkatan kualitas.
Solusi untuk keempat masalah yang dikemukakan di atas sebagai
berikut ;
Kebijakan
perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja harus di
tata ulang. Apakah kebijakan yang seharusnya ada di bagian tersebut sudah
dibuat, kebijakan mutu, kebijakan penerimaan, kebijakan sortir, dan kebijakan
penyerahan. Apakah SOP nya yaitu terima, buka, olah, serah, simpan sudah
ada dan detail instruksi kerja untuk setiap SOP diatas telah dilengkapi. Kalau
belum maka dibuat, disusun dan dilengkapi dengan pola, kalau aturannya sudah
tepat diteruskan, kalau kurang tepat disempurnakan, kalau tidak tepat
dihapuskan dan tidak ada ditambahkan.
Selanjutnya
dilakukan pelatihan di bagian puri melalui learning
by doing untuk tenaga pelaksana melalui tour
of duty. Untuk pegawai tingkat struktural di re edukasi ulang melalui
program pelatihan dengan titik berat fungsi organizing,
controlling dan pengetahuan teknis operasional pos karena mereka akan
berfungsi sebagai Pembina dalam tour of
duty untuk pegawai tingkat pelaksana.
Prasyarat
dari perubahan kebijakan tersebut di atas maka terlebih dahulu keputusan
simplifikasi bisnis, simplifikasi produk dan simplifikasi proses perlu ditetapkan
yang penah disarankan pada tulisan sebelumnya.
Kebijakan
jumlah pegawai dan jam masuk per shift
yang tetap harus di ubah menjadi jam masuk dan jumlah sesuai aktifitas yang
akan dilakukan yaitu dari group
processing kalau di breakdown
akan menjadi 5 proses yang berurut yaitu terima-buka-olah-serah-simpan
supaya mudah contohnya kalau ada 3 orang pegawai pengaturan jam masuk tidak
sama untuk aktifitas terima 1 orang, untuk
aktifitas buka tambah 1 orang lagi, untuk aktifitas olah
tambah 1 orang lagi, untuk aktifitas serah kurangi 1 orang, untuk
aktifitas simpan kurangi 1 orang. Konfigurasinya menjadi 1-2-3-2-1
sehingga jam masuk setiap karyawan tidak sama sesuai kebutuhan dengan waktu
kerja pegawai setiap hari 7 jam, seminggu 6 hari kerja 40,5 jam.
Untuk
para pelaksana untuk semua mata rantai operasi menurut saya secara bertahap
harus di buat kebijakan sdm yang berbasis part
time (musiman) tidak seperti sekarang diisi dengan tenaga yang berpangkat
(pegawai tetap) karena untuk menghitung harga pokok produksi untuk sumber daya
manusia (memilih dasar gaji) akan mengalami kesulitan.
Kebijakan
sistem teknologi database track and
trace, yang ada sekarang harus di ubah data
yang masuk ke bagian puri incoming
dari ketuapos incoming sudah harus
terkelompokan dalam bentuk file kantor tujuan berdasarkan kodepos
dirian digit ketiga. Di puri setelah
diolah (sortir), data barcode ditembak untuk verifikasi jumlah dan item sama pada saat diterima dari puri
kirim kantor asal sesuai dengan pola tutupan. Kebijakan mutu yang harus di
terapkan adalah clean floor policy
dan zero irregularity. Database track and trace pada akhir
dinas dipindahkan ke bagian antaran dalam bentuk database pucuk per kodepos digit
kelima (kelurahan/desa).
Kebijakan
sarana kerja yang ada sekarang untuk cara kerja manual selama ini kurang
diperhatikan sehingga menyebabkan salah sortir/salah
salur dan rework. Harus di inventarisasi
ulang sarana yang harus dihapuskan karena tidak tepat dan argonomis,
diganti/diperbaharui dengan sarana yang tepat dan argonomis, ditambah/dikurangi
sesuai kebutuhan secara bertahap.
Kalau
sarana kerja manual yang ada sekarang tetap dipakai maka satu surat pada saat
di sortir harus diulangi prosesnya sebanyak 3 kali agar hasil sortirnya
berbasis kelurahan/desa sebelum diserahkan kepengantar. Kalau proses sortir 3
kali ingin di potong menjadi sekali maka penerapan mekanisasi dan otomatisasi
mesin sortir menjadi solusi.
Mekanisasi
dan otomatisasi untuk saat ini belum diusulkan karena perlu dibangun prasyarat
terlebih dahulu yaitu standarisasi sampul kiriman, standarisasi penulisan
alamat yang berbasis kodepos, volume minimal harus tersedia agar mesin yang
dipakai efektif dan efisien, apabila prasyarat ini terpenuhi maka mekanisasi
dan otomatisasi boleh diterapkan di MPC/KSD.
Harus
ada sarana untuk mesin pengikat disesuaikan dengan kebijakan pola ikatan, harus
ada barang pemakaian yang sudah direvisi ulang disesuaikan dengan kebijakan modernisasi
sarana kerja (barang inventaris) dan barang pemakaian.
Jumlah
kebutuhan setiap kantor harus berbasis data
yang akurat (data produksi) dan
alokasi jam kerja yang ditetapkan agar kapasitas terpasang sesuai dengan jumlah
produksi yang akan di kerjakan.
Tentu semua ini harus di teliti dulu dengan dukungan data dan dokumen oleh tim analis sebelum
dilakukan perubahan sehingga hasil akhir setelah implimentasi kita akan tahu
persis berapa angka efisiensi setelah dihitung sesudah perubahan dibandingkan
dengan sebelum perubahan.
Pada
saran dan masukan berikutnya akan saya uraikan pembenahan infrastruktur operasi
/delivering-reporting di bagian antaran.
Demikian yang dapat saya sampaikan, selamat bekerja, sukses
selalu dan terima kasih. Waalaikumsalam
wr. wb.
Hormat
Saya,
Fakhri Umar
Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, PT Pos Indonesia,
Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur SDM dan Umum, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Teknologi, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, PT Pos Indonesia, Bandung
40000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar