Most Viewed

Selasa, 10 April 2012

pembenahan operasi VI (proses VI)


Bandung, 25 Januari 2010
Kepada,
Wakil Direktur Utama
PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal  : Saran dan masukan untuk pembenahan operasi VI  ( proses VI )
Assalammualaikum wr. wb,
                Pertama-tama saya ucapkan terima kasih atas perhatian bapak yang telah mau membaca saran dan masukan ke 11 ini yaitu pembenahan infrastruktur operasi/processing-reporting (P4) dari 20 tulisan yang saya rencanakan semoga ada manfaatnya.
                Masukan ini coba menguraikan processing-reporting (P4) existing yang menurut penulis terjadi  mismanagement yang berdampak inefisiensi dan bagaimana memperbaikinya kedepan agar berhasil guna (cost effective) dan berdaya guna (cost efficien).
                Sebelum masuk ke materi yang akan saya uraikan maka perlu saya gambarkan secara besaran aktifitas berbasis input-process-output yaitu menerima kiriman dalam bentuk kantongpos tertutup yang sudah tersegel dari ketuapos incoming kantor tujuan (input), dibuka dan diolah berbasis kodepos digit ke empat (kecamatan) dan kelima (kelurahan/desa) di bagian Puri (kiriman terbukukan) atau di bagian Trier (kiriman tak terbukukan) di kantor tujuan (process), diserahkan kepada bagian antaran di kantor tujuan sebagai tahap berikut dari proses end to end process (output).
                Bagian ini biasa disebut bagian PURI (kiriman terbukukan) INCOMING dan TRIER (kiriman tak terbukukan) INCOMING  yang untuk uraian kali ini saya batasi uraian bagian PURI INCOMING.
                Untuk group process processing-reporting (P4) di puri incoming existing mismanagement terjadi pada perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja, kebijakan jumlah pegawai dan jam masuk per shift yang tetap, kebijakan sistem teknologi database track and trace, kebijakan modernisasi sarana kerja yang ke empat empat kebijakan apabila diperbaiki akan menyumbangkan cost efficien yang cukup significant dari sisi biaya dan peningkatan kualitas.
Solusi untuk keempat  masalah yang dikemukakan di atas sebagai berikut ;   
                Kebijakan perangkat aturan mulai dari kebijakan-prosedur kerja-instruksi kerja harus di tata ulang. Apakah kebijakan yang seharusnya ada di bagian tersebut sudah dibuat, kebijakan mutu, kebijakan penerimaan, kebijakan sortir, dan kebijakan penyerahan. Apakah SOP nya yaitu terima, buka, olah, serah, simpan sudah ada dan detail instruksi kerja untuk setiap SOP diatas telah dilengkapi. Kalau belum maka dibuat, disusun dan dilengkapi dengan pola, kalau aturannya sudah tepat diteruskan, kalau kurang tepat disempurnakan, kalau tidak tepat dihapuskan dan tidak ada ditambahkan.
                Selanjutnya dilakukan pelatihan di bagian puri melalui learning by doing untuk tenaga pelaksana melalui tour of duty. Untuk pegawai tingkat struktural di re edukasi ulang melalui program pelatihan dengan titik berat fungsi organizing, controlling dan pengetahuan teknis operasional pos karena mereka akan berfungsi sebagai Pembina dalam tour of duty untuk pegawai tingkat pelaksana.
                Prasyarat dari perubahan kebijakan tersebut di atas maka terlebih dahulu keputusan simplifikasi bisnis, simplifikasi produk dan simplifikasi proses perlu ditetapkan yang penah disarankan pada tulisan sebelumnya.
                Kebijakan jumlah pegawai dan jam masuk per shift yang tetap harus di ubah menjadi jam masuk dan jumlah sesuai aktifitas yang akan dilakukan yaitu dari group processing kalau di breakdown akan menjadi 5 proses yang berurut yaitu terima-buka-olah-serah-simpan supaya mudah contohnya kalau ada 3 orang pegawai pengaturan jam masuk tidak sama untuk aktifitas terima 1 orang, untuk aktifitas buka tambah 1 orang lagi, untuk aktifitas olah tambah 1 orang lagi, untuk aktifitas serah kurangi 1 orang, untuk aktifitas simpan kurangi 1 orang. Konfigurasinya menjadi 1-2-3-2-1 sehingga jam masuk setiap karyawan tidak sama sesuai kebutuhan dengan waktu kerja pegawai setiap hari 7 jam, seminggu 6 hari kerja 40,5 jam.
                Untuk para pelaksana untuk semua mata rantai operasi menurut saya secara bertahap harus di buat kebijakan sdm yang berbasis part time (musiman) tidak seperti sekarang diisi dengan tenaga yang berpangkat (pegawai tetap) karena untuk menghitung harga pokok produksi untuk sumber daya manusia (memilih dasar gaji) akan mengalami kesulitan.
                Kebijakan sistem teknologi database track and trace, yang ada sekarang harus di ubah data yang masuk ke bagian puri incoming dari ketuapos incoming sudah harus terkelompokan dalam bentuk  file kantor tujuan berdasarkan kodepos dirian digit ketiga. Di puri setelah diolah (sortir), data barcode ditembak untuk verifikasi jumlah dan item sama pada saat diterima dari puri kirim kantor asal sesuai dengan pola tutupan. Kebijakan mutu yang harus di terapkan adalah clean floor policy dan zero irregularity. Database track and trace pada akhir dinas dipindahkan ke bagian antaran dalam bentuk database pucuk per kodepos digit kelima (kelurahan/desa).
                Kebijakan sarana kerja yang ada sekarang untuk cara kerja manual selama ini kurang diperhatikan sehingga menyebabkan salah sortir/salah salur dan rework. Harus di inventarisasi ulang sarana yang harus dihapuskan karena tidak tepat dan argonomis, diganti/diperbaharui dengan sarana yang tepat dan argonomis, ditambah/dikurangi sesuai kebutuhan secara bertahap.
                Kalau sarana kerja manual yang ada sekarang tetap dipakai maka satu surat pada saat di sortir harus diulangi prosesnya sebanyak 3 kali agar hasil sortirnya berbasis kelurahan/desa sebelum diserahkan kepengantar. Kalau proses sortir 3 kali ingin di potong menjadi sekali maka penerapan mekanisasi dan otomatisasi mesin sortir menjadi solusi.
                Mekanisasi dan otomatisasi untuk saat ini belum diusulkan karena perlu dibangun prasyarat terlebih dahulu yaitu standarisasi sampul kiriman, standarisasi penulisan alamat yang berbasis kodepos, volume minimal harus tersedia agar mesin yang dipakai efektif dan efisien, apabila prasyarat ini terpenuhi maka mekanisasi dan otomatisasi boleh diterapkan di MPC/KSD.
                Harus ada sarana untuk mesin pengikat disesuaikan dengan kebijakan pola ikatan, harus ada barang pemakaian yang sudah direvisi ulang disesuaikan dengan kebijakan modernisasi sarana kerja (barang inventaris) dan barang pemakaian.
                Jumlah kebutuhan setiap kantor harus berbasis data yang akurat (data produksi) dan alokasi jam kerja yang ditetapkan agar kapasitas terpasang sesuai dengan jumlah produksi yang akan di kerjakan.
                Tentu semua ini harus di teliti dulu dengan dukungan data dan dokumen oleh tim analis sebelum dilakukan perubahan sehingga hasil akhir setelah implimentasi kita akan tahu persis berapa angka efisiensi setelah dihitung sesudah perubahan dibandingkan dengan sebelum perubahan.
                Pada saran dan masukan berikutnya akan saya uraikan pembenahan infrastruktur operasi /delivering-reporting di bagian antaran.
Demikian yang dapat saya sampaikan, selamat bekerja, sukses selalu dan terima kasih.   Waalaikumsalam wr. wb.

                                                                                                                                                Hormat Saya,


                                                                                                                                                 Fakhri Umar

Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur SDM dan Umum, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Teknologi, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, PT Pos Indonesia, Bandung 40000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar