Most Viewed

Selasa, 10 April 2012

tarif dan harga pokok


Bandung, 31 Maret 2010
Kepada,
Wakil Direktur Utama
PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal  : Saran dan masukan masalah bisnis  ( tarif dan harga pokok )
Assalammualaikum wr. wb,
                Pertama-tama saya ucapkan terima kasih atas perhatian bapak yang telah mau membaca saran dan masukan ke 18 ini yaitu masalah tarif dan harga pokok produksi yang merupakan salah satu tupoksi direktorat pemasaran dan pengembangan bisnis semoga ada manfaatnya.
                Masukan ini coba menguraikan masalah tarif dan harga pokok existing dan kedepan yang menurut penulis perlu dicari dasar dasar penyusunannya (formulanya) dan ditata ulang agar lebih sederhana dan mudah bagi karyawan maupun pelanggan mengingat dan menghitung tarifnya.
                Berdasarkan catatan yang ada masalah tarif dan harga pokok diberlakukan untuk setiap produk yang ada sehingga terdapat puluhan tarif karena banyaknya produk yang ada di PT Pos Indonesia, yang seharusnya dari satu titik ke titik yang sama, dengan sistem yang sama, sdm yang sama, teknologi yang sama, sarana yang sama harga pokok produksinya harusnya sama (hpp belum termasuk biaya pemasaran dan  margin).
                Setelah harga pokok produksi didapat maka tarif ditetapkan dengan memperhatikan tarif pesaing, daya beli dan pasar yang akan dibidik. Tentu tarif pasar menengah keatas (produk prioritas) dengan tarif pasar menengah kebawah (produk standar) akan berbeda karena daya beli.  
                Pada masa lalu penyusunan harga pokok produksi di kelompokan dalam dua istilah yaitu porto (biaya langsung dan tidak langsung) dan bea (bea tambahan feature dan bea angkutan) yang menurut saya sangat sederhana mudah dipahami tapi tidak menghilangkan kaidah kaidah penyusunan harga pokok produksi berbasis keilmuan.
                Menurut saya tidak semua sistem yang diperkenalkan oleh pendahulu kita salah. Saya termasuk penganut penyempurnaan sistem, artinya sistem yang sudah tepat diteruskan, yang kurang tepat disempurnakan dan yang tidak tepat dihapuskan.
                Dalam tulisan ini saya akan coba menguraikan pola operasi berbasis mata rantai operasi C-P1-P2-T-P3-P4-D dengan pola (pattern) mail trip terpendek C-P1-P2-P3-P4-D (kiriman lokal dalam satu wilayah kantorpos pemeriksa/KSD/MPC)  dan pola (pattern) mail trip yang terpanjang C-T1-P2-T2-P1-P2-T3-P2-T4-P2-T5-P2-T6-P3-P4-T7-P3-T8-D (kiriman dari kpp ke kpp lainnya), sebagai dasar menghitung harga pokok produksi dengan penjelasan sebagai berikut:
1.       C  = loket KSD, loket kantorpos pemeriksa , loket kantorpos cabang.
2.       P1 = proses dari pucuk menjadi kantongpos di MPC/KSD outgoing
3.       P2 = proses mengelola pola distribusi dan pola transportasi di MPC/KSD outgoing
4.       P3 = proses dari pucuk menjadi kantongpos di MPC/KSD incoming
5.       P4 = proses mengelola pola distribusi dan pola transportasi di MPC/KSD incoming
6.       T1 = transportasi dari kantorpos cabang ke kantorpos pemeriksa (tersier) outgoing
7.       T2 = transportasi dari kantorpos pemeriksa ke MPC/KSD (sekunder) outgoing (inbound)
8.       T3 = transportasi dari MPC/KSD ke MPC/KSD (primer) outgoing (hub)
9.       T4 = transportasi dari MPC/KSD ke KTSH (primer darat/udara) outgoing
10.   T5 = transportasi dari KTSH ke MPC/KSD (primer darat/udara) incoming
11.   T6 = transportasi dari MPC/KSD ke MPC/KSD (primer) incoming (hub)
12.   T7 = transportasi dari MPC/KSD ke kantorpos pemeriksa (sekunder) incoming (inbound)
13.   T8 = transportasi dari kantorpos pemeriksa ke kantorpos cabang (tersier) incoming
14.   D  = antaran di MPC/KSD, di kantor pemeriksa , kantorpos cabang.
                Tiap segmen yang tersebut diatas harus di hitung biaya sdmnya, biaya teknologinya, biaya barang pemakaiannya, biaya barang inventarisnya, biaya kenderaannya, biaya gedungnya dan biaya tidak langsung (air,listrik dan sebagainya) dengan suatu modul berbasis teknologi
Untuk menghitung semua yang tersebut diatas maka prasyarat yang harus dipenuhi sebagai berikut :
1.       Data produksi setiap segmen harus terdata secara akurat melalui tertib pencatatan dan tertib pembukuan disetiap kantor baik ia sebagai kantor outgoing maupun incoming untuk menghitung biaya cost per unitnya. (saran dan masukan saya mengenai pembenahan regulasi laporan dan data terdahulu).
2.       Mengukur produktifitas sdm melalui time and motion study untuk setiap segmen melalui sampling agar didapat standar produktifitas dengan tata kerja yang terstandar (saran dan masukan saya mengenai pembenahan regulasi kebijakan, prosedur dan instruksi kerja sebanyak 8 tulisan berturut turut mengenai simplifikasi proses, C, P1, P2, T, P3, P4, D terdahulu).
3.       Mengukur utilisasi kinerja teknologi untuk setiap segmen melalui sampling setelah distandar sistemnya (saran dan masukan saya mengenai penyempurnaan I-POS terdahulu).
4.       Mengukur utilisasi kinerja pemakaian barang pemakaian (formulir dan barang yang bukan barang inventaris) untuk setiap segmen melalui sampling setelah distandar barang pemakaiannya (saran dan masukan saya mengenai penyempurnaan inventory system model G dan Per-9/Per-28 barang pemakaian tulisan ke-21 yang akan datang).
5.       Mengukur utilisasi kinerja pemakaian barang inventaris untuk setiap segmen melalui sampling setelah distandar barang inventarisnya (saran dan masukan saya mengenai penyempurnaan inventory system Per-74/75 tulisan ke-22 yang akan datang).
6.       Mengukur utilisasi kinerja pemakaian kenderaan untuk setiap segmen melalui sampling setelah distandar kenderaannya (saran dan masukan saya mengenai penyempurnaan inventory system kenderaan model KM tulisan ke-23 yang akan datang).
7.       Mengukur utilisasi kinerja pemakaian gedung untuk setiap segmen melalui sampling (saran dan masukan saya mengenai penyempurnaan inventory system model Ban tulisan ke-24 yang akan datang).
8.       Mengukur kinerja biaya tidak langsung untuk setiap segmen melalui sampling.
                Salah satu penyebab kenapa secara korporat laba minimal 10% tidak tercapai setiap tahun selama ini (asumsi setiap produk di tetapkan 10% s/d 20% margin) karena tata cara menetapkan tarif dan menghitung harga pokok produksi yang masih kurang tepat dan perlu disempurnakan  kembali.
                Pada saran dan masukan berikutnya akan saya uraikan masalah laba korporat (profit) kenapa setiap tahun tidak tercapai.
Demikian yang dapat saya sampaikan, selamat bekerja, sukses selalu dan terima kasih.   Waalaikumsalam wr. wb.
                                                                                                                                                Hormat Saya,

                                                                                                                                                 Fakhri Umar
Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur SDM dan Umum, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Teknologi, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Sekretaris Perusahaan, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, PT Pos Indonesia, Bandung 40000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar