Bandung, 8 April 2010
Kepada,
Wakil Direktur Utama
PT. Pos Indonesia, Bandung 40000
Perihal : Saran
dan masukan masalah laba korporat
Assalammualaikum wr. wb,
Pertama-tama
saya ucapkan terima kasih atas perhatian bapak yang telah mau membaca saran dan
masukan ke 19 ini yaitu masalah laba korporat (profit), kenapa
setiap tahun tidak tercapai yang direncanakan dalam Rencana Kerja
dan Anggaran (RKA) tahunan perusahaan semoga ada manfaatnya.
Masukan
ini coba menguraikan masalah laba korporat (profit) yang
tidak pernah mencapai minimal 10% dari total realisasi pendapatan tahunan
perusahaan apabila besarnya margin setiap produk yang dijual ditetapkan margin/laba
antara 10% s/d 30% yang menurut penulis perlu dicari tahu kenapa (WHY) bisa terjadi dan bagaimana (HOW) cara mengendalikannya dan
mencapainya.
Berdasarkan
catatan yang ada masalah laba korporat (profit) tidak pernah mencapai minimal
10% selama ini dan management tidak pernah dapat menjelaskan secara baik dan detail
penyebab kenapa tidak tercapai dan tindakan apa yang harus dilakukan di masa depan untuk
menanggulanginya (sejarah berulang kembali).
Dalam
contoh uraian kali ini saya ambil data terakhir kinerja pendapatan, biaya dan
laba (profit) tahun 2009. Data sementara
pendapatan Rp.2,416 triliun, biaya Rp.2,351 triliun dan laba ( profit )
Rp.0,065 triliun sebagai bahan untuk menguraikan permasalahan laba perusahaan, dan
tidak ada maksud penulis mendiskreditkan kinerja direksi existing, sekali kali
tidak ada maksud tersebut.
Dengan
pendapatan Rp.2,416 triliun, laba ( profit ) seharusnya Rp.0,241 triliun (10%)
bukan Rp.0,065 triliun karena setiap
produk dari semua produk yang ada marginnya diambil rata rata 10%, dari margin/profit
setiap produk ditetapkan tidak sama berkisar antara 10% s/d 25%.
Untuk
menganalisis kenapa (WHY) margin/profit tidak tercapai maka menurut
penulis sebagai berikut :
Dari
dokumen Rencana Kerja Anggaran ( RKA ) yang sudah ditetapkan, apakah RKA yang
sudah ditetapkan menjadi dokumen pengawasan yang secara berkala dilakukan evaluasi, apabila
tidak maka peluang terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan RKA tidak terkendali
sehingga rencana pendapatan, biaya dan laba yang sudah ditetapkan pada akhir
tahun tidak akan pernah tercapai.( saran dan masukan saya mengenai pembenahan
rencana kerja dan anggaran tulisan ke-1).
Dari
dokumen penetapan tarif dan tata cara menghitung harga pokok produksi, apakah
harga pokok produksi sudah berbasis end to end process yaitu pola operasi
berbasis mata rantai operasi C-P1-P2-T-P3-P4-D dengan pola (pattern) mail trip
terpendek C-P1-P2-P3-P4-D (kiriman lokal dalam satu wilayah
kantorpos pemeriksa/KSD/MPC) dan pola
(pattern) mail trip yang terpanjang
C-T1-P2-T2-P1-P2-T3-P2-T4-P2-T5-P2-T6-P3-P4-T7-P3-T8-D (kiriman dari kpp ke kpp
lainnya), sebagai dasar menghitung harga pokok produksi, apabila tidak maka
kemungkinan ada biaya yang tak terhitung dengan cermat sehingga mengurangi margin/profit
( margin/profit
termakan untuk menutupi cost per unit produk tersebut) dan apabila biaya
melebihi tarif maka dampaknya margin/profit produk lain berkurang
untuk mensubsidi kerugian biaya produk tersebut.
Dari
dokumen penetapan tarif dan tata cara menghitung harga pokok produksi yang
sudah ditetapkan, apakah dokumen tersebut menjadi dokumen pengawasan yang secara berkala pelaksanaannya dilakukan
evaluasi, apabila tidak maka rencana pendapatan, biaya dan laba yang sudah
ditetapkan pada akhir tahun tidak akan pernah tercapai.( saran dan masukan saya
mengenai pembenahan tarif dan harga pokok produksi tulisan ke-18).
Dari
dokumen standarisasi beban kerja sdm (hasil pengukuran time and motion study)
apakah menjadi dasar menghitung biaya sdm untuk setiap mata rantai proses,
apabila tidak maka kemungkinan biaya sdm yang ditetapkan tidak sesuai dengan
beban kerja yang distandarkan. Hasil implimentasi dianalisis secara berkala
untuk mengukur apakah biaya per unit (cost per unit) sudah sesuai dengan
realisasi produktifitas kerja jumlah produksi/jam. Kalau tidak kemungkinan ini
penyebab kerugian dari sisi sumber daya manusia (sdm yang terlibat dalam
proses inti maupun pendukung).
Dari
dokumen standarisasi beban kerja sarana (hasil pengukuran time and motion study)
apakah menjadi dasar menghitung biaya sarana untuk setiap mata rantai proses,
apabila tidak maka kemungkinan biaya sarana yang ditetapkan tidak sesuai dengan
beban kerja yang distandarkan. Hasil implimentasi dianalisis secara berkala
untuk mengukur apakah biaya per unit (cost per unit) sudah sesuai dengan
standar utilisasi sarana kerja jumlah produksi/jam. Kalau tidak kemungkinan ini
penyebab kerugian dari sisi biaya sarana (barang pemakaian dan barang
inventaris).
Dari
dokumen dan data transportasi apakah biaya transportasi sudah dihitung
seluruhnya sesuai dengan dokumen kontrak kerja dengan penyedia jasa angkutan
berbasis ton /kilometric atau lumsum untuk setiap trayek ke setiap
titik. Sebagai contoh teknis transportasi dari satu titik ke satu titik (kprk
ke kpp bawahannya) kontrak satu bulan Rp.500.000,- satu bulan jumlah surat
diangkut 1000 pucuk surat maka cost per unit transportasi Rp.500,-. kalau biaya
hpp transportasinya cost per unit ditetapkan Rp.250,-/pucuk surat maka terdapat
kerugian per bulan Rp. 250.000,- pertahun Rp. 3.000.000,- kalau seluruh kpp ada
4000 unit maka dapat di bayangkan kerugian korporat dari sisi transportasi
setahun karena tidak cermatnya menghitung hpp. Dari mail trip terpanjang yang
ada suatu surat minimal transportasinya 1 kali maksimal 8 kali baru sampai ke
kantor tujuan (tulisan mengenai pembenahan transportasi tulisan ke-8).
Apakah
disetiap kantor informasi dan data produksi produk, jumlah pucuk, jumlah kantongpos
dan berat kantongpos secara rinci untuk setiap segmen produksi tersedia
dan akurat, kalau tidak ada maka analisis implimentasi tidak dapat dilakukan akibatnya
penyebab kerugian tidak dapat terdeteksi secara rinci sehingga untuk mengambil
keputusan dan solusi tidak ada ( tulisan mengenai pembenahan informasi dan data
tulisan ke 14)
Di
kantor pusat, kantor wilayah dan kantorpos masalah kegiatan analisis laporan dan
data sebagai salah satu pra syarat pelaksanaan fungsi pengawasan berkala kurang
disentuh pembenahannya sehingga tidak heran kalau dalam rapat evaluasi lebih
banyak ilmu pengetahuan, opini dan nalar yang berkembang sebagai dasar
mengambil keputusan bukan berbasis hasil analisis dan speak by data sebagai
acuan. Oleh sebab itu maka saya menyarankan agar masalah analisis laporan dan
data harus segera dirumuskan dengan baik dan benar.
Dari
uraian di atas menurut saya dokumen dokumen tersebut harus
menjadi dasar acuan untuk melakukan pengawasan dalam implimentasi rencana
mencapai pendapatan dan mengendalikan biaya agar laba yang diharapkan tercapai,
tata
cara melakukan analisis berbasis laporan dan data yang akurat sebagai
prasyarat bahan untuk rencana rapat evaluasi secara berkala baik ditingkat
kantorpos, kantor wilayah dan kantor pusat.
Pada
saran dan masukan berikutnya akan saya uraikan masalah mutu kenapasetiap
tahun tidak dapat diminimalkan penyimpangannya (gerakan zero defect).
Demikian yang dapat saya sampaikan,
selamat bekerja, sukses selalu dan terima kasih. Waalaikumsalam wr. wb.
Hormat
Saya,
Fakhri Umar
Tembusan :
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Marketing and Bisnis Development, PT Pos Indonesia,
Bandung 40000
Direktur Mail and Operation, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur SDM dan Umum, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Direktur Teknologi, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Sekretaris Perusahaan, PT Pos Indonesia, Bandung 40000
Ketua Tim Pembenahan Operasi, PT Pos Indonesia, Bandung
40000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar